Siapa yang Datang ke Pemakamanku Saat Aku Mati Nanti?

Judul buku yang panjang ini membuatku tertarik untuk membaca dan kebetulan bulan lalu Penerbit Haru mengadakan PO untuk buku ini. Setelah bukunya datang, impresi pertamaku adalah, "Oh, bukunya tipis. Hmm paling 1-2 hari selesai". Ternyata butuh waktu 10 hari bagiku untuk menyelesaikan buku ini sampai habis. Wkwkwk Bukan karena bukunya jelek, tapi menurutku buku ini memang cocoknya dibaca pelan-pelan setiap malam. Kenapa? Karena setiap lembarnya sungguhlah bikin adem hati dan pikiran, terutama di saat-saat pandemik seperti ini, yang belum kelihatan di mana ujungnya.




Kata pengantar buku ini ditulis oleh Dr. Andreas Kurniawan yang merupakan seorang psikiater. Dr. Andreas mengatakan bahwa saat ia membaca buku ini ia merasa seakan-akan ia diajak untuk duduk bersama sebagai seorang teman. Aku pun merasa demikian. Kim Sang Hyun menulis buku ini dengan begitu luwes sehingga apa yang ia sampaikan mengalir begitu saja tanpa ada kesan menggurui. Iya, persis seperti seorang teman yang sudah lama tidak aku temui dan menceritakan apa-apa saja kejadian-kejadian menarik yang ia alami selama kami tidak bertemu.

Kurasa Kim Sang Hyun menceritakan hampir semua aspek yang ada dalam kehidupan lewat hal-hal sederhana dan lewat pengalaman-pengalaman yang dialaminya. Tulisannya tidak seperti tulisan-tulisan pada buku motivasi, "Kalau kamu berpikir positif maka kamu pasti bisa". Dalam bukunya ini pun tidak ada kesan, "Aku sudah bercerita sesuai pengalamanku, percayalah bahwa pengalamanku ini benar dan kamu harus mengikutinya." Tidak ada yang seperti itu, jadi aku menikmati sekali membaca buku yang hanya 164 halaman ini sampai habis.

Selain sebagai teman lama yang mengajak berbicara, kurasa dalam buku ini Kim Sang Hyun juga menjelma sebagai sosok orang yang peduli terhadapku dan juga sebagai sosok yang bersedia memvalidasi apa yang aku rasakan.

"Ketika kita hidup di antara begitu banyak orang, ada kalanya kita ingin sendirian.  Kita sering muak dengan perhatian yang tidak perlu dan kata-kata yang menyakitkan sehingga kadang kita merasa ingin sendirian saja. Kadang keinginan untuk sendirian itu semakin kuat ketika aku memandang sekelilingku. Rasanya semua orang bahagia kecuali aku. Rasanya semua orang bisa mengerjakan tugasnya dengan lancar, sementara aku cuma berjalan di tempat. Bahkan aku sampai berpikir, jangan-jangan aku sudah tidak punya teman yang mengerti isi hatiku lagi di sisiku."

Sepenggal kalimat itu adalah hal yang sama yang aku rasakan akhir-akhir ini, terutama ketika aku menjauhkan diriku lagi dari keluargaku dan teman-temanku. Mengetahui bahwa ada orang lain yang merasakan hal yang sama sepertiku entah mengapa membuatku merasa sedikit lebih tenang. "Aah, ternyata aku bukanlah orang aneh," begitulah pikirku. Mungkin hal-hal seperti itu adalah fase yang sebenarnya perlu dialami, hanya saja karena orang-orang di sekitarku kelihatannya baik-baik saja maka aku jadi terus-terusan merasa aneh sendiri.

"Hidup adalah serangkaian pilihan: yang dipikilh dan yang tidak dipilih. Kalau aku sudah memilih sesuatu, aku harus bisa menangani yang tidak kupilih. Sudah jadi tanggung jawabku jika nantinya aku menyesali pilihanku itu dan sudah jadi tanggung jawabku pula untuk merasa senang saat mencapai prestasi besar lewat pilihanku tersebut."

Beberapa waktu yang lalu aku sempat bercerita tentang diriku yang kesulitan dalam mengambil keputusan. Semua hal membuatku ragu dan saat aku sudah mengambil keputusan pun rasanya selalu salah. Banyak orang berkata bahwa aku adalah tipe pemikir tapi aku merasa bahwa aku menyia-nyiakaan otakku untuk memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Sebelum mengambil keputusan, aku memikirkan hal-hal yang membuatku ragu. Setelah mengambil keputusan, aku memikirkan hal-hal yang membuatku menyesal. Piye toh? Kalimat yang dituliskan Kim Sang Hyun itu membuatku merasa bahwa menjadi orang dewasa itu sulit tapi memiliki esensinya sendiri. Menjadi dewasa adalah menjadi orang yang bertanggung jawab atas konsekuensi pilihanku sendiri, terlepas dari pilihan itu benar atau salah.

Dalam buku ini, Kim Sang Hyun juga membahas tentang perbedaan. Hal yang terdengar klise dan sering digembar gemborkan banyak orang tapi juga seringkali diabaikan oleh banyak orang.

"Aku sering mendengar bahwa cara termudah memahami orang lain adalah dengan 'berpikir dari sudut pandang orang tersebut'. Sebenarnya, kita tidak mungkin bisa memahami orang lain sepenuhnya. Kita hanya bisa mengira-ngira dengan mencoba berpikir dari sudut pandang orang tersebut. Saat hubungan kita dengan seseorang semakin dekat, sering kita lupa bahwa kita berbeda dengannya. Itu karena kita percaya bahwa semakin intim, kita percaya bahwa orang tersebut akan memahami kita dengan sendirinya. Padahal sangat tidak mungkin seseorang mengenali pikiran orang lain, apalagi kebanyakan orang bahkan kesulitan untuk mengenali dirinya sendiri."

Tulisan Kim Sang Hyun yang ini sangat aku setujui. Aku pernah berusaha untuk memahami orang lain dan menganggap bahwa orang lain akan memahami diriku. Tapi, hal tersebut malah membuatku hancur dalam kekecewaan. Tidak seharusnya aku berekspektasi seperti itu sedari awal. Hubungan antar manusia memang sulit, maka makin kesini aku semakin berhati-hati saat berhubungan dengan orang lain walau orang itu sudah menjadi temanku selama bertahun-tahun. Aku berhati-hati untuk tidak lagi-lagi berpikir bahwa aku memahami mereka dan mereka paham apa yang aku rasakan. Untuk menghindari hal itu, biasanya aku akan bertanya apa yang mereka rasakan dan mereka pikirkan agar aku tidak lagi-lagi merasa sok tahu dan mengembangkan ekspektasi yang tidak perlu terhadap orang lain.

"Kusampaikan padamu tidak perlu khawatir. Saat kamu hancur dan lelah, mari kita istirahat sejenak, karena tujuan kita masih jauh. Mari istirahat sejenak. Jangan berpikir terlalu keras, mari lihat sekeliling kita. Bertahan untuk tetap bersemangat dan tidak hancur itu memang penting, tetapi yang paling kita butuhkan saat lelah adalah istirahat. Tidak perlu lama, sebentar saja. Kamu boleh, kok, beristirahat saat kamu sudah berjalan jauh dan merasa sulit melangkah lagi."

Saat aku membaca tulisannya yang ini, aku merasa kernyitan di keningku perlahan-lahan memudar dan tubuhku perlahan-lahan mulai rileks. Menenangkan sekali kalimatnya. Memang banyak sekali orang yang terus-terusan berjalan atau bahkan berlari walau mereka sudah lelah, aku pun seperti itu. Selalu merasa kurang ini kurang itu, apalagi jika sudah membandingkan diri dengan orang lain, bangun siangan dikit waktu weekend pun seolah terasa salah.

Membaca buku ini membuatku kembali memberi jeda dan mereview kembali apa-apa saja yang sudah aku lakukan untuk orang-orang di sekitarku dan untukku sendiri. Tapi, kalau ditanya pertanyaan seperti itu secara harafiah, "Siapa yang akan datang ke pemakamanku saat aku mati nanti?" aku lebih berharap bahwa yang datang adalah teman-teman nenekku, teman-teman mamaku, dan teman-teman adikku. Seperti yang dikatakan oleh Hazel Grace dalam buku The Fault in Our Stars bahwa hari pemakaman adalah untuk orang-orang yang ditinggalkan. Aku ingin teman-teman keluargaku yang datang ke pemakamanku untuk menguatkan keluargaku dan membuat mereka merasa tidak terlalu kesepian. Hal yang paling aku benci selain membuat orang lain kecewa adalah membuat orang lain kesepian karena aku.

Kim Sang Hyun mengatakan bahwa buku ini memiliki tiga pesan. Pertama adalah harapan agar kita bahagia, yang kedua harapan untuk menjadi orang baik agar dapat dikelilingi oleh orang-orang baik, ketiga adalah bahwa pada akhirnya kita semua hanyalah manusia biasa. Dan aku rasa aku bisa menangkap tiga pesan yang ingin disampaikan oleh Kim Sang Hyun dengan sangat baik itu.

"Seseorang yang tidak pernah sedetik pun mencintai kehidupan, tidak akan tahu betapa indahnya hidup ini. Aku harap kita semua bisa mencintai hari-hari, pekerjaan, dan orang-orang yang selalu di sisi kita. Aku harap kita semua bisa bahagia."


Another book review:

I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki

* I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki 2

Loving The Wounded Soul

I Decided To Live As Myself

Norwegian Wood

Penance

* Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam

* Me Before You

Comments

Popular Posts