Storyteling with Kak W

Hai, gaes!! Kembali lagi dengan aku yang masih di rumah aja yang akan berbagi hal-hal menarik yang aku lakukan selama di rumah aja. Selain kerja dari rumah tentunya, tapi kerja itu gak pernah menarik buatku, sih. Wkwkwkwk Sampai saat ini, aku masih gencar mencari hal-hal yang bisa mengisi waktuku. Seperti workshop Bahasa Isyarat yang sudah aku ceritakan tempo hari, kali ini aku mau membahas tentang workshop Penceritaan/Storytelling yang dibawakan oleh Kak Windy Ariestansty, seseorang yang telah lama berkecimpung di dunia literasi dan editorial yang juga merupakan penggagas dari festival buku bernama patjarmerah. Workshop storytelling ini diadakan oleh narabahasa tanggal 21 April lalu jam 7 malam via zoom. Aku butuh waktu cukup lama untuk memulai bahasan ini karena workshop yang diadakan selama 2.5 jam itu sungguh kompleks dan sarat akan sekian banyak ilmu untuk bekal menulis dan bercerita, tambahan butuh waktu yang cukup lama juga untuk mengumpulkan mood menulis blog. Wkwkwkwk

Slide by Windy Ariestanty

Topik dibuka dengan sambutan hangat dari Kak W, sapaan Kak Windy, yang gaya bicaranya selalu enak didengar. Kemudian, dilanjutkan dengan pertanyaan besar yang dilontarkan Kak W, "mengapa ingin bercerita?" Ini tentu menjadi "masalah" personal bagi setiap orang yang ingin bercerita. Kak W kemudian bercerita bahwa ia pertama kali jatuh cinta pada dunia penceritaan saat ia membaca cerita tentang 6 orang penyitas perang berjudul Hiroshima yang ditulis oleh John Hersey pada tahun 1946 dan diterbitkan oleh majalah The New Yorker. Untuk pertama kalinya, setelah membaca cerita itu, Kak W merasa bahwa cerita bisa membawanya ke ruang-ruang yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Kalau aku, alasan ingin berceritaku adalah perpanjangan tangan dari kenapa aku menulis. Cerita membuatku bisa melihat banyak jendela yang menampilkan sisi lain dunia. Setiap cerita lahir dari pemahaman dan sudut pandang penceritanya, dan menilik apa yang ada di dalam kepala orang lain adalah hal yang menarik bagiku. Lalu, kenapa aku ingin bercerita? Karena aku ingin berbagi hal-hal yang menarik minatku, aku ingin berbagi hal-hal yang membuatku bisa tersenyum, aku juga ingin berbagi jendela dari sudut pandangku. Perkataan Kak W yang juga aku setujui adalah, "penceritaan membagi nilai-nilai yang kita anggap penting."

Kak W menjelaskan beberapa jawaban dari pertanyaan, "mengapa bercerita?" Cerita bisa memanjangkan ingatan, menjadi penghubung antara masa lalu dan masa kini; cerita bisa juga menjadi penghubung antar manusia, yang merupakan bentuk komunikasi paling efektif sekaligus paling mendasar; cerita juga bisa membantu merawat kemanusiaan melalui empati.

Ya, menurut Kak W, elemen kunci dari penceritaan yang baik adalah empati. Pencerita yang baik adalah pengamat yang baik. Cerita-cerita besar biasanya tidak datang dari kejadian-kejadian besar, tapi dari empati yang ada dari cerita. Empati juga membantu kita melihat dari cara pandang yang berbeda. "Di balik sesuatu, pasti ada sesuatu," tambah Kak W. Kak W mengatakan bahwa cerita adalah pekerjaan merawat empati yang bisa menggerakkan manusia tanpa mendikte. Cerita menggambarkan kehidupan manusia, menilik sumber dan alasan mengapa seseorang bertindak.

Slide by Windy Ariestanty

Salah satu peserta, yaitu Ivan Lanin, bertanya, "bagaimana caranya memaksa orang yang tidak bisa bercerita untuk menjadi pencerita yang baik? Saya adalah pendengar yang baik, bukan pencerita yang baik." Lalu Kak W menjawab, "menjadi pendengar yang baik sudah modal. Hanya pendengar yang baik yang mamu mencermati lebih jeli apa saja perkara yang muncul di sekitar dia atau yang dimiliki orang lain. Cara lainnya untuk menjadi pencerita yang baik adalah dengan menonton kisah dan membedahnya. Selanjutnya adalah dengan berkomunikasi, karena kita akan mendapatkan banyak pengetahuan dari pihak lain."

"Bercerita itu tidak rumit, seperti anak kecil, berangkat dari rasa ingin tahu," tambahnya. "Mulailah bercerita untuk membuat kamu merasa senang dahulu, bukan untuk membuat orang lain merasa kagum dengan cerita kamu. Lalu tentu saja rajin-rajin berlatih, bisa dengan menangkap peristiwa-peristiwa kecil di sekitar kita."

Kak W membagikan kebiasaan kecilnya setiap lari pagi. Biasanya, ia lari dengan headset yang mengeluarkan suara yang tidak terlalu keras agar ia bisa mengamati dan mendengar hal-hal di sekelilingnya saat ia lari pagi. Lalu saat pula, buru-buru ia tulis hal-hal menarik yang ia dapat dan ia memunculkan pertanyaan-pertanyaan kritis dalam benak yang dapat membuat ceritanya berkembang. Aku jadi ingat kalau aku pernah punya kebiasaan serupa. Waktu aku masih kerja di daerah Sarinah, aku perlu pergi ke kantor naik busway. Di perjalanan yang hanya memakan waktu 10-15 menit itu, ternyata aku mendapatkan banyak sekali hal yang menarik minatku. Terutama saat aku kebagian berdiri dekat ambang pintu yang menjadi tempat favoritku, karena aku bisa memerhatikan semua hal. Aku bisa memerhatikan orang-orang di dalam busway yang juga mau pergi ke kantor, aku bisa memerhatikan orang-orang yang keluar masuk busway di setiap halte, dan aku bisa melihat kendaraan-kendaraan di luar yang sebagian besar tujuannya adalah ke kantor. Setibanya di meja kerjaku, aku langsung mengeluarkan buku catatan yang selalu aku bawa dan menuliskan apa-apa saja hal menarik yang aku dapat. Pernah suatu kali aku kepergok temanku yang terheran-heran melihatku menulis panjang lebar. "Nulis diary, Mei?"  Aku tersenyum kecil saja mendengan tebakannya itu.

Aku juga menyukai kegiatan menulis. Menulis secara harafiah dan menulis apa saja yang ada di dalam benakku, yang entah akan melahirkan cerita atau hanya menuliskan buah dari pemikiranku yang tak mau diam. Waktu sekolah, aku sering menjadi "sukarelawan" yang menuliskan rangkuman materi di papan tulis. Buku catatanku menjadi buku catatan paling penuh di antara murid-murid di kelas. Kalau anak-anak lain lebih suka mencatat dengan metode mind mapping, aku mencatat dengan metode mind mapping yang dijabarkan, hanya untuk menulis lebih panjang. Wkwkwkwk Pensil dan buku catatan sudah menjadi teman akrabku sejak bertahun-tahun yang lalu. Otakku pun lebih sinkron dengan tanganku daripada dengan mulutku. Maka, jangan heran kalau teman-temanku banyak yang bilang kalau aku lebih bawel di blog dan caption Instagram daripada saat ngobrol. X'D X'D

Aku pun tidak menjadikan kegiatan menulis untuk mencari pamor di Instagram atau viewers di blog. Walau rasanya senang juga kalau ada yang menyukai tulisanku atau viewersku di blog mencapai puluhan ribu. Tapi, tujuannya bukan itu. Aku menulis karena aku bisa menjadi aku apa adanya. Seperti yang Kak W bilang juga, "mulailah bercerita untuk membuat kamu merasa senang dahulu, bukan untuk membuat orang lain merasa kagum dengan cerita kamu." Kak W menjelaskan bahwa sesungguhnya menulis adalah pekerjaan individual, tapi ketika dipublish akan menjadi hal yang komunal dan harus bisa dipertanggung jawabkan. Ketika tujuan menulis adalah melibatkan orang lain membaca, maka tulisan adalah tentang kita bersama.


Topik selanjutnya adalah topik yang membahas teknis dalam bercerita, yaitu 5 Elemen Dasar Penceritaan. Apa saja? Gagasan, karakter, konflik, plot, setting. Mungkin bagi kebanyakan orang, membahas hal-hal teknis ini akan memunculkan banyak sekali pertanyaan dan membuat kening berkerut-kerut. Aku termasuk populasi orang kebanyakan itu. Wkwkwkwk

Slide by Windy Ariestanty

1. Gagasan Cerita
Tentang Apa, Mengapa, Siapa

Gagasan yang fokus, dapat membuat kita bertemu dengan audiens yang tepat. Kak W mengambil contoh saat ia bercerita tentang Mbak Yayu di twitter. Ia menceritakan pengalamannya "terdampar" di Jogja karena Covid-19, tapi karena hal ini ia bisa melihat sisi lain dari Jogja yang tidak pernah ia lihat. Ia melihat orang-orang saling jaga dan saling membantu satu sama lain. Mbak Yayu adalah salah satu orangnya. Mbak Yayu adalah seorang terapis yang bekerja di hotel atau salon, tapi karena pandemik ini ia akhirnya dirumahkan. Mba Yayu memilih untuk berkebun supaya bisa sedikit membantu mengurangi biaya makanan sehari-hari. Suatu hari Kak W merasa tidak enak badan, lalu ia meminta Mbak Yayu untuk datang. Mbak Yayu langsung datang segera setelah ia membantu tetangga sekitarnya membuat handsanitizer (atau masker ya aku lupa). Setibanya di rumah Kak W, Mbak Yayu datang sambil membawa beragam makanan dan buah yang pasti tidak murah harganya. Saat mau dibayar ia menolak, karena katanya dia memangnya mau ngasih. Cerita ini disampaikan Kak W lewat twitternya dan berharap bisa berbagi kebaikan terhadap orang-orang yang baca.

2. Karakter
Tokoh yang menggerakkan cerita

Kak W mengatakan bahwa penting untuk menciptakan karakter yang kuat yang bisa menjadi corong kita dalam bercerita. Kita sebagai penulis, perlu mengenali tokoh-tokoh yang kita ciptakan. Pahami mengapa tokoh yang kita buat itu melakukan ini atau itu, pahami apa saja yang akan mereka lakukan dan tidak akan mereka lakukan. Karakter bukan hanya perkara nama dan identitas, karena sebenarnya karakter manusia itu kompleks, bukan hanya hitam dan putih.


Membuat karakter adalah tantangan terbesar bagiku. Aku pernah beberapa kali mencoba membuat novel fiksi tapi tersendat karena aku kesulitan mengembangkan karakter tokoh. Aku tidak cukup mengenali tokoh yang aku buat sehingga seringkali aku kebingungan saat membuat dialog. Salah satu PR besarku adalah pembedahan karakter ini. Maka, aku akan mengikuti kelas menulisnya Dee Lestari tanggal 12 Mei nanti yang membahas bagaimana cara menghidupkan cerita dan karakter.

3. Konflik
Nadi cerita

Dulu aku mengira konflik dalam suatu cerita itu hanya ada satu dan dampaknya ke tokoh utama saja, tapi ternyata itu salah besar. Konflik bisa berdampak ke segala arah dan ke segala pihak, satu konflik pun bisa menimbulkan konflik yang lain. Tapi, konflik ini disebut juga sebagai nadi cerita karena mendorong jalannya cerita dan membuat audiens peduli pada nasib tokoh. Tidak ada cerita tanpa konflik dan sesuatu terjadi selalu ada sebab dan akibat. Dalam hal ini perlu dibuat mind mapping yang menurutku sangat memudahkan dalam membuat plot juga supaya ceritanya tidak lari ke mana-mana.

4. Plot
Kerangka cerita

Plot harus masuk akal dan bisa diterima oleh siapa saja. Kerangka cerita ini punya awal, tengah/proses, dan akhir yang jelas. Dengan adanya alur cerita, audiens jadi bisa tahu mengapa si tokoh melakukan suatu tindakan.

Di sesi ini, ada peserta pertanyaan yang menurutku cukup menarik. "Bagaimana caranya membuat plot yang sulit ditebak?" Kak W malah balik bertanya, "memangnya kenapa kalau mudah ditebak?" Kak W menjelaskan bahwa plot mudah ditebak atau tidak itu bukan perkara besar. Aku pun punya keraguan membuat plot yang mudah ditebak karena akan menjadi gak seru atau bosan dimata audiens. Tapi, justru PR penulis di situ. Kak W mengambil contoh drama korea, kenapa drama korea banyak diminati padahal plotnya sudah ketahuan bakal happy ending? Karena ceritanya seru, ceritanya menarik untuk ikuti. Tugas besar penulis adalah membuat cerita dengan gaya yang menarik, yang bisa membuat orang tidak mau beranjak dari tempat duduk, walau plotnya sudah bisa ditebak.

Slide by Windy Ariestanty

5. Setting
Ruang dan waktu

Setting bisa membantu kita mengendalikan cerita. Yang perlu sekali diperhatikan dalam membuat setting adalah kita perlu memahami sosial budaya dari ruang dan waktu yang mau kita angkat. Seperti misalnya buku Chronicle Of A Blood Merchant yang mengambil setting saat masa revolusi di China. Masyarakat yang hidup di masa itu tentu punya karakter dan kebiasaan sosial budaya yang berbeda dengan masyarakat yang hidup di masa sekarang. Penggambaran setting yang baik pun menurutku bisa membuat audiens lebih relate dan lebih paham dengan karakter tokoh.

Pembahasan terakhir adalah pembahasan mengenai struktur yang merupakan tulang punggung cerita. Struktur menyokong cerita melalui 3 babak, yaitu pembuka cerita yang memperkenalkan audiens pada karakter, setting, dan awal konflik; tubuh cerita yang merupakan perkembangan dari konflik dan respons tokoh terhadap konflik; dan penutup cerita yang merupakan penyelesaian masalah.

Menurut Kak W, proses menulis itu seperti mau masuk ke medan perang. Kalau kita mau masuk ke medan perang kan alangkah baiknya punya strategi dan peralatan tempur yang cukup. Hal-hal yang dijabarkan oleh Kak W selama sesi 2.5 jam ini lah strategi dan peralatan tempur yang dimaksud. Cerita, pengembangan karakter, dan konflik memang bisa dikembangkan di tengah-tengah proses menulis. Tapi, kalau kita tidak punya gambaran besar yang menjadi peta tujuan kita, kita akan tersesat sendiri dengan tulisan kita. Seperti yang sering kali aku alami, maka kan tulisanku gak pernah selesai. X'D X'D

Ada salah satu peserta yang mengatakan bahwa ia resah jika tulisannya terpengaruh dari hasil tulisan orang lain yang ia baca. Kadangkala aku pun merasa demikian, apalagi kalau aku "menemukan" penulis yang aku suka. Tapi, Kak W bilang, "banyak orang takut terpengaruh gaya penulisan orang lain karena takut kehilangan kekhasan dirinya. Padahal bisa jadi kita sedang mencari ciri khas kita." "Salah satu teknik bercerita yang baik adalah dengan membedah cerita yang kita sukai tulisannya. Penulis dan pencerita yang baik adalah pembaca yang rakus. Kenapa? Karena ada begitu banyak ragam cara bercerita. Ciri khas terbentuk karena kita berlatih terus menerus, bukan ada di diri kita begitu saja."

Lalu, ada juga yang bertanya, "bagaimana cara memikat audiens dengan tools yang kita punya dalam penceritaan?" Jawaban Kak W, "semua orang tahu bahwa yaerhasil memikat perhatian orang adalah cerita. Itulah mengapa tantangan kita adalah membuat orang peduli dengan apa yang kita ceritakan. Dengan memiliki gagasan yang jelas, kita jadi tahu siapa audiens kita. Tidak semua cerita untuk semua orang, ya. Tentukan cerita kita untuk siapa."

Pertanyaan terakhir dari sesi ini adalah terkait dengan caption/takarir Instagram yang bercerita dan menarik. Dulu Ko Lexy pernah bilang kalau bercerita itu kayak ngobrol sama teman aja, ngalir aja apa yang mau kita sampaikan. Dan aku mempraktekan caranya itu dalam membuat caption Instagram yang panjang kali lebar. Tapi Kak W menjelaskan bahwa kita perlu mencari hal menarik yang ada dalam foto yang mau kita post. "Uraikan momen-momen penting mengenai gambar itu. Jangan-jangan ang menarik adalah proses pengambilan gambarnya. Intinya, tantangan dari bercerita adalah berjalan jauh dari gambar itu. Apa yang membuatnya menjadi istimewa. Bukan gambarnya, melainkan bagaimana dan mengapa gambar itu menjadi penting."

Setelah mengikuti sesi Kak W ini, aku dapat banyak bekal dan banyak sekali pelajaran. Maka kalian baca blog ini gak abis-abis kan rasanya. X'D X'D Tapi, setelah semua hal dibahas, menurutku yang gak kalah penting adalah gaya bercerita. Bagaimana cerita disajikan ke audiens, bagaimana karakter membantu pengembangan cerita. Kak W pun berkata demikian, ia mengambil contoh trilogi Before Sunrise, Before Sunset, dan Before Midnight. Kalau kalian pernah nonton ketiga film itu, ceritanya hanya berpusat pada dialog si cowok dan si cewek kan, ya? Gak ada konflik yang gimana-gimana, tapi banyak banget yang suka sama film itu. Aku sih belum nonton, karena aku takut bosan setelah tahu ceritanya tentang romance dan berisi dialog doang wkwkwkwk Mungkin kalau kalian sudah nonton, bisa diselidiki film itu menariknya di sisi mana.

Hmm panjang banget kan pembahasan aku kali ini. XD XD Aku tulis di sini biar nanti-nanti aku bisa baca lagi dan barangkali ada di antara kalian yang juga sedang dalam proses menulis. Nanti aku bakal share lagi hasil pembelajaranku tentang menulis lainnya dan kegiatan lain juga yang aku lakukan selama #dirumahaja. Kalau kalian juga lagi di rumah aja, semoga tulisan-tulisanku ini bisa mengisi waktu luang kalian, ya. See ya~

Comments

Popular Posts