Hal-Hal Unfaedah

Libur itu waktunya nulis panjang kali lebar. Bohong deh. Libur itu waktunya tidur sampai siang, baca buku sampai puas, main game sampai pegal, nonton Youtube sampai bosan. kalau sudah bosan baru deh ngoceh panjang kali lebar lewat tulisan. Ahahahaha Kali ini aku mau ceritain sebuah kejadian yang muncul sekitar di awal Desember 2018 dan aku pikir kejadian ini pas banget muncul diakhir tahun, pas gitu buat aku berkaca diri sekalian mengumpulkan bahan merenung untuk resolusiku tahun 2019.

Jadi ceritanya waktu itu aku sempat mengomentari orang-orang yang melakukan demo 212. Tau kan? Sekian banyak manusia datang dari mana-mana lalu memadati pusat kota. Lalu, aku sempat bikin post di instastory, bilang kalau menuh-menuhin pusat kota ditangal cantik itu adalah sebuah kegiatan unfaedah. Bagaimana engga? Memblokir jalan dari subuh sampai tengah hari bolong dan membuat beberapa jalur kereta ditutup, apalagi itu namanya kalau bukan kegiatan unfaedah? Yah, seenggaknya waktu itu aku berpikir seperti itu. Aku merasa menjadi salah satu orang yang dirugikan karena keretaku dari Karawang ke Jakarta ditiadakan. Tapi, aku lebay aja sih sebenarnya. Aslinya aku gak dirugikan ampe aku gak bisa balik ke Jakarta, kok. Masih ada alternatif kendaraan lain selain kereta. Aku bisa naik elf dan bahkan hari itu jalanan gak macet. Kalimat yang ku lontarkan dengan tulisan besar-besar di instastory itu sebenarnya tak lain adalah bentuk kekesalanku karena urusan personal. Mamaku, seperti mama-mama pada umumnya, punya kecemasan berlebihan kalau punya anak gadis yang merantau. Apalagi saat-saat ada demo, kecemasannya spontan meningkat 1100% dari biasanya. Takut gak ada kendaraan lah, takut demonya berlangsung anarkis lah, takut jalanan ditutup sana sini lah, dan seabrek ketakutan tak berdasar lainnya. Akhirnya kami ribut, aku kesal, dan aku menyalahkan orang-orang yang berdemo itu sebagai pemicu keributan kecil kami.

Awalnya ku angap sah-sah aja melontarkan kalimat begitu di instastory, toh instagramnya juga punyaku, kan. Yah, walau sebenarnya aku tahu juga kalau akn dilihat banyak orang. Selang beberapa jam akhirnya ada seorang temanku yang muslim dm aku di Instagram dan bilang kalau kalimatku itu menyakitkan. FYI dia ngasih tau dengan kalimat panjang dan berusaha menjelaskan kenapa aku gak perlu ngomentari orang-orang yang berdemo itu. Kalimatnya bukan yang menusuk hati seperti, "NYAKITIN AMAT SIH OMONGAN LOE" engga bukan tipe kalimat gak nyantai kayak gitu ya, sahabat. Nah, awalnya aku merasa perlu menjelaskan kenapa aku ngomong kayak gitu tapi akhirnya aku urungkan niat itu karena aku takut aku dicap cuma nyari-nyari pembelaan diri (yah, padahal benar begitu, sih). Singkat cerita akhirnya aku minta maaf dan aku bilang kalau aku sama sekali gak skeptis dengan agamanya. Bagian terakhir itu aku gak mengada-ngada. Karena sejauh ini aku gak merasa ada agama yang salah, aku percaya kalau semua agama itu mengajarkan kebaikan. Aku punya teman baik yang taat menjalankan sholat 5 waktu dan rajin ngaji apalagi waktu bulan puasa. Aku hanya skeptis pada orang-orang yang menyebarkan kebencian dengan kedok agama sehingga menjadikan agama sebagai sebuah pembelaan dan pembenaran diri untuk bertindak semaunya. Dan KU PIKIR demo 212 adalah salah satunya.


Tapi, itu hanya pikiran dan spekulasiku aja yang ternyata gak berdasar. Biasa kan kalau orang udah gak suka ya apa pun yang orang lain lakukan itu gak akan ada bagus-bagusnya. Malah dikata-katain macam yang aku lakukan itu. Pada kenyataannya, aku sama sekali gak ngerti kenapa mereka melakukan demo itu, aku ora mudeng kepentingan mereka tuh opo, tujuan mereka pun aku sebenarnya gak tau. My bad, aku hanya mengikuti emosiku dan ikuti egoku juga yang berujung pada ngatai-ngatain hal yang aku gak tau dan melakukan pembelaan diri. Dan kalau dipikir-pikir bukannya ngatain orang lain yang gak ada sangkut pautnya sama kita tuh termasuh hal yang unfaedah juga, ya? Ini ibarat peribahasa "kuman di ujung lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak."

Sebelum sampai ke tahap ini, aku sempat bertanya pada beberapa temanku di grup, apakah kalimatku itu sebenarnya menyakitkan atau engga. Kebanyakan dari mereka merasa kalau kalimatku itu biasa aja, bahkan ada yang bilang kurang menyakitkan, lalu ujung-ujungnya sudzon gak jelas. Sebwah kegiatan unfaedah lainnya. Karena seperti yang aku bilang tadi, kalau orang gak suka kan bakal dikata-katain terus padahal gak ngerti lautan manusia itu ngapain aja selama demo. Lalu aku bertanya lagi pada seorang temanku yang berada di kubu netral. Dia nanya dulu "berasa menyakitkannya untuk siapa dulu?" Lalu dia melanjutkan, kalau bagi kaum muslim kalimatku itu memang menyakitkan. Sebuah kenyataan yang semakin menyadarkanku kalau aku udah loss control dan bahkan aku gak sadar kalau aku loss control.

Saat itu juga aku memutuskan untuk melakukan detox media sosial dan media sosial yang paling sering ku gunakan adalah Instagram, tempat di mana aku mengomentari hal-hal yang gak ada sangkut pautnya denganku. Aku gak bilang Instagram itu jelek, sama sekali engga. Aku banyak follow akun-akun bagus macam Amrazing, Jenny Jusuf, Jonathanend, dll. Tapi, kalau berbicara tentang kegiatan unfaedah, Instagram adalah salah satunya. Bulan Febuari tahun lalu, aku pernah sedikit membahas kaitan Instagram dengan segala hal yang berbau kekinian dan aku juga mengaku bisa membuka Instagram sebanyak 300 kali dalam sehari. Seolah-olah hidupku cuma diisi sama Instagram sepanjang hari, sampai-sampai tanganku hapal sendiri untuk ngeklik Instagram begitu buka Hp, walau sebenarnya bukan Instagram yang mau aku buka.

Aku banyak belajar hal-hal baru lewat Instagram. Belajar fotografi, belajar cara edit foto, belajar nulis cerita, lalu orkestra pun aku tahunya dari Instagram, sampai belajar bikin CV yang baik pun dari Instagram. Tapi, semua hal baik itu terlewat begitu aja, karena keseringan aku terlalu asik ngescroll feed selama berjam-jam. Jadi pelajaran tentang fotografi dan menulis tuh cuma dibaca-baca aja, karena setelah dibaca-baca aku bukannya praktek tapi malah lanjut liatin feed Instagram yang lain. Lalu, semakin banyak yang aku lihat maka semakin banyak juga yang ingin ku komentarin. Bahasa jaman now nya mah nyinyir. Akhirnya aku berpikir "udah cukup sampai di sini." Cukup sampai dilevel 'nyinyir' ini dan udah saatnya aku menelaah lagi diriku yang katanya hanya ingin melihat sisi baik dari semua hal aja. Pingin ngeliat sisi baik tapi mulai nyinyir itu gimana, ya.

Hal lain juga yang bikin aku detox Instagram adalah karena aku malu. Hmm jadi begini, aku tuh bukan orang yang terbiasa nerima kritik. Bukan berarti aku selalu benar, bukan. Tapi, dari dulu aku bertindak sebagai orang yang invisible, jadi ya jarang dinotice orang jarang juga dikritik orang. Jadi kejadian kemarin itu cukup bikin aku malu juga, karena seolah-olah aku mengekspos kesalahanku sendiri. Yah, wajar sih sebenarnya kalau ada salah, toh aku ini kan manusia juga. Tapi, jadi ada guilty feelingnya gitu. Kayak aku ngatain orang jangan melakukan A tapi aku malah melakukan A. Kan lucu ya kalau dipikir-pikir.

Tempo hari aku pernah cerita sedikit tentang Gua Sunyaragi di Instagram. Waktu main ke Cirebon kemarin tuh guide ku sempat cerita sedikit tentang gua itu. Katanya ada satu gua yang pintu masuknya rendah dan sempit, hanya pas untuk satu orang dan kalau masuk harus menunduk supaya gak kejedot. Nah, pintu gua yang rendah itu mengingatkan kita untuk berlaku sopan dan menghormati yang lebih tua. Sedangkan, pintu gua yang sempit menandakan  kalau kita harus berkaca diri. Kok bisa artinya nyuruh kita berkaca diri? Iya, karena pintu guanya sempit dan banyak batu-batu di sekelilingnya, maka kalau mau lewat pintu itu harus hati-hati, harus memperhatikan diri dulu sebelum masuk. Maka artinya adalah sebuah pengingat agar kita berkaca diri dulu sebelum ngomongin orang gitu.

Lalu setelah uninstall Instagram, aku menerka-nerka kira-kira aku bakal ngapain aja kalau aku udah berhenti melakukan hal yang menyita waktuku paling banyak, aku akan larinya ke mana? Di post selanjutnya aku akan bahas masa-masa selama aku detox Instagram. Stay tune. Bye~~

Comments

  1. uwooow
    Mei uninstall Instagram??
    Pantesan uda ga nongol lagi di feed story-ku. :p

    dari tulisan ini sebenernya aku jadi penasaran sih, dari temenmu yang bilang merasa tersakiti dari post-mu di instagram itu ada menjelaskan ga sih kenapa dilakukan demo 212 itu? jujur aku sendiri juga taunya demo itu bertujuan buat membela Allah-nya karena sudah dihujat. Suatu aksi kebersamaan umat Islam Indonesia kalau mereka itu satu dalam hal pembelaan terhadap Allah-nya yang sudah dihujat. Itu sih yang aku tangkep ya dari kejadian demo itu. Ga tau d maksud aslinya apa. Ga cari tau juga, cuma denger berita aja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dia gak jelasin sih pik. Cuma kurang lebih bilang kalau orang2 di sana itu punya kepentingannya masing2, entah membela Tuhan mereka, entah membela negara mereka, entah kepentingan pribadi lain. Temen g itu lebih ke ngingetin kalau apa pun kepentingan mereka di sana ya iyu bukan urusan g, apalagi buat komentar kayak gitu. Itu sih intinya

      Delete

Post a Comment

Popular Posts