Sumba - A Piece of Heaven

Setelah pulang dari Sumba, aku termenung selama beberapa hari. Ada dua pertanyaan yang seringkali berlarian di kepala, "hmm mau post foto yang mana dulu, ya?", "hmm mau nulis, tapi mulai dari mana dulu, ya?" Hmm hmmmm hmmmmm. Bingung aku tuh bingung, udah pegangan pun masih bingung, gak pernah aku sebingung inii!! Abisnya.. abisnyaa Sumba cakepnya gak ada obat siiih!! Semuanya cakep, semuanya memukau, semuanya bikin ternganga-nganga. Kacau deh pokoknya!!

Sumba, tempat di Indonesia yang bikin aku excited dari tahun lalu. Jadi memang wacana ke Sumba ini udah ada dari tahun lalu, rencananya mau pergi bulan Maret. Eng ing eng, satu demi satu personelnya mengundurkan diri karena berbagai alasan. Jadilah wacana perjalanan ini terlupa dan aku sendiri gak mau ingat-ingat, karena sakit lho waktu udah excited pake banget eh gak jadi #curcol Lalu sekitar pertengahan tahun, topik perjalanan ini diangkat lagi. Mulai deh nyari-nyari personel lagi. Yang tadinya cuma bertiga, jadi berlima. Dan sekitar bulan Agustus, tiket pun dibeli. Bulan November, kite berangcuus!! Gak ngerti dah aku musti hepinya begimana lagi. XD XD

Kami pergi tanggal 16 November malam, pas deadline aku sudah rampung semua. Itung-itung reward akhir taun juga ye kaan!! Jadi rutenya, dari Jakarta kami berangkat ke Bali. Pesawat jam 10 malam lalu nyampe Bali bertepatan dengan Cinderella yang berubah lagi jadi upik abu. Kami nginap di homestay sekitar Sanur, karena memang rencana mau hunting sunrise paginya. Yasudah tuh, tidur malam berasa kayak tidur siang. Cuma 2-3 jam tidur lalu alarmku bunyi. Jarak dari homestay ke pantai Sanur gak gitu jauh. Sekitar 20 menit lah jalan kaki. Hari masih gelap dan pantainya pun jelas masih sepi. Hanya kami berlima memonopoli pantai dan langit pagi hari itu. Aku langsung asik jalan ke sana kemari, langsung asik foto dari ujung kiri ke ujung kanan, lalu jongkok-jongkok dan naik ke bale. Iya, petakilan aku tuh kalo udah motret. Tripod pun gak kepake akhirnya saking aku gak betah diam di satu tempat. :')


Perlahan tapi pasti, langit Bali mulai menampakan sinarnya. Langit hitam berangsur-angsur berubah warna menjadi ungu kemerahan, lalu jingga. Sebuah pembuka hari yang indah. Setelah matahari mulai tinggi, mulai banyak orang-orang lalu lalang. Ada yang jalan-jalan santai, ada yang jogging (enak betul ya lari paginya ditemani suara ombak laut), lalu warung-warung sekitar mulai buka. Kami sempat membeli nasi jinggo di salah satu warung. Macam-macam pilihannya, ada yang ayam, babi, dan laut (ikan). Aku pilih yang ayam, dan ternyata porsinya mirip dengan porsi nasi kucing. Isinya nasi, ayam, dan mie goreng.

Oiya, di Bali untuk pertama kalinya aku mencicipi nginap di homestay. Iya, sesuai "genre"nya, rasanya hommy banget. Ada dapur dan kulkasnya segala dan bisa ngobrol sama pemiliknya yang ternyata orang Jawa. Gak banyak yang kami obrolkan, karena kami harus bertolak kembali ke bandara menuju Sumba. Tapi pemiliknya sungguhlah ramah, ia bahkan sampai mengantarkan kami naik ke mobil.

Sekitar jam 10, kami sudah tiba lagi di bandara Bali. Setelah panggilan boarding terdengar, kami bersiap masuk ke pesawat. Dan jeng jeeng!! Pesawatnya pesawat baling dong. Kursinya cuma 2-2 dan begitu masuk AC nya belum nyala. Hmm hmmmm Aku duduk di window seat, biasanya aku bakalan was-was begitu pesawat siap-siap naik. Tapi, karena sudah capek, aku langsung tertidur dalam hitungan detik begitu aku selesai memasang seat belt.



Tapi, naik pesawat baling itu sungguh sesuatu, lho!! Aku terbangun sesaat sebelum landing. Dan begitu landing, si pesawat nih kayak sempoyongan gitu, terayun-ayun di udara, kayak bingung mau mendarat di kiri atau di kanan. Lalu begitu memutuskan mengambil rute, mendaratnya pun macam menjatuhkan diri lalu direm, lengkap dengan bouncing beberapa kali begitu roda pesawat menyentuh landasan. Aduduh elah, kesel aku tuh. >.<

Tapi, pendaratan yang sama sekali gak mulus itu gak bikin excited aku hilang. Begitu kakiku menyentuh bandara Waikabubak di Sumba Barat, aku langsung loncat-loncat kegirangan. "Yeaye Sumba!! Yeayee Sumbaa!!" XD XD Driver sekaligus tour guide kami selama di Sumba, Abang Deddy, sudah menunggu kami di bandara. Pertama kami pergi ke hotel dulu buat check in dan taruh barang. Setelah itu, berangkatlah kami ke pemberhentian pertama. Weekuri.

Sepanjang jalan ke Weekuri disuguhi pemandangan indah yang sama sekali baru. Kiriii kanaaan ku lihat saja banyak pohon yang hijau uuu. Gak ketinggalan kuda, sapi, dan kerbau, ya. Benar-benar masih asli dan masih apa adanya. Akses menuju ke Weekuri sudah aspal tapi katanya jalanan itu baru jadi beberapa bulan terakhir.

Begitu sampai di Weekuri, mataku langsung membelalak. "CAKEP BETUL GILAA!!" Seruku berkali-kali. Danau hijau toska yang begitu jernih seolah menampakan dirinya dengan malu-malu sampai ternganga-nganga aku dibuatnya. Sempat berencana mau berenang, tapi terkendala waktu, jadinya diurungkanlah niat itu. Sampai sekarang aku masih membayangkan gimana rasanya berenang di air sejernih itu.

Di samping danau toska nan jernih itu, ada juga lautan biru yang membentang luas, di kelilingi karang-karang yang gak mau kalah cantiknya dari si danau toska. Berlomba-lombalah mereka menarik perhatianku selama aku menyusuri jalan setapak di antara keduanya. Perhentian pertama sukses sudah bikin suasana hati jadi riang gembira.

  

Weekuri ini sebenarnya laguna, airnya berasal dari laut pesisir Pantai mandorak, dan dua tempat yang seolah jatuh dari surga itu hanya dipisahkan oleh karang-karang. Katanya Weekuri itu berasal dari bahasa Sumba. Wee artinya air sementara Kuri artinya percikan. Air di danau itu pun gak hanya berasal dari laut pesisir Pantai mandorak aja, bercampur juga dengan air tanah. Maka sifat airnya payau dan warnanya bisa bergradasi secantik itu. Lalu katanya lagi, suhu airnya ada yang hangat dan ada yang dingin, lho. Duh elah, kalo bisa balik lagi ke Sumba hal pertama yang mau aku lakukan pastilah berenang di Weekuri. Gak mau tau!!


Selanjutnya, kami meluncur ke Bawana Beach, pantai yang terkenal dengan karang bolongnya. Kami harus menuruni jalan bebatuan untuk sampai di sana. Medannya sedikit lebih berat dan lebih curam daripada waktu taun lalu aku pergi ke salah satu pantai di Bali yang aku lupa namanya apa. Ahahahahaha Makin ke bawah makin curam, aku harus mencari pegangan agar gak merosot. Lumayan juga kan klo sampe jatuh kena batu, masa baru hari pertama udah babak belur. Walau akhirnya kakiku kena batu juga, sih. Hmm

Makin turun ke bawah, suara ombak makin jelas terdengar. Aku tengadahkan kepala dan kembali aku ternganga. Laut biru terhampar luas di hadapanku. Gak pernah sebelumnya aku melihat laut biru secantik itu. Kalau salah satu porter yang menemani kami turun gak memanggilku, aku pasti bakal diam aja terpaku menatap keindahan lautan luas itu. Begitu sampai di bawah, pasir putih yang empuk menyambut kami. Ombak laut seolah menyanyikan lagu selamat datang untuk kami. Dan sejauh mata memandang, hanya kedamaian yang terlihat. Ah, nyaman sekali rasanya.

Pelan-pelan aku berjalan ke bibir pantai merasakan hempasan ombak membelai kakiku. Makin lama aku jalan makin ke tengah sampai akhirnya celanaku basah juga. As expected. Gak ngaruh mau pake celana pendek juga. Ahahahahaha

Lalu di sanalah si karang bolong yang terkenal itu berdiri. Bosku berbisik pelan di sampingku, "katanya Tuhan menjatuhkan potongan surga di Sumba", aku langsung mengangguk setuju.



Berlama-lama kami di sana sampai matahari menukik turun. Beberapa anak kecil sempat datang menghampiri dan menyapa kami. Aku suka sekali dengan anak-anak, tapi bagiku anak-anak Sumba adalah anak-anak dengan senyum paling murni sejauh yang pernah ku lihat. Bukan hanya bibir mereka yang tersenyum, tapi mata mereka juga memancarkan apa yang tersirat di hati mereka. Tapi senyuman mereka menyimpan kesusahan dari kehidupan mereka di Tanah Humba. Salah satu dari mereka, namanya Nela, duduk di sampingku dan meminta uang untuk membeli buku. Sedikit cerita tentang mereka akan ku bagikan di post lain, ya. Yang jelas, hari pertama berada di sana sukses membuatku tidur sambil nyengir senang. :)

Comments

Popular Posts