Bukan Orang yang Tepat di Waktu yang Salah

Sudah lebih dari tiga tahun berlalu tapi otakku masih mengingat namamu dengan jelas. Juga mengingat dengan jelas segala hal yang terjadi di masa itu. Tentang pertemuan pertama kita, tentang sekian banyak ucapan "selamat pagi" dan "selamat malam", tentang perkenalan yang terlampau singkat, tentang dirimu yang meninggalkan jejak yang enggan dihapus oleh ingatanku. Bagaimana, ya? Ingatanku ini sebenarnya mudah menguap tapi rasanya sulit sekali melenyapkan memori yang tak ingin kuingat lagi. Temanku google yang katanya serba tahu pun tidak bisa memberi solusi.


Aku ingat betapa kikuknya aku saat pertama kali kita bertukar sapa lewat pesan dan betapa canggungnya aku waktu kita pertama kali bertatap muka. Aku ingat bahwa aku terkesan tidak sopan karena tidak bisa melakukan eye contact. Kamu pasti tercengang kalau tahu bahwa sekarang aku sudah menjadi ahli dalam hal itu. Aku ingat di minggu pertama pertemuan kita, belum apa-apa kamu sudah menasehati agar aku tidak terlalu memikirkan orang lain. Saat itu benakku bertanya, sekentara itukah diriku? Atau memang dirimu yang terlalu peka sehingga bisa "melihat" aku?


Di perjumpaan kita yang lain, kamu bilang bahwa kamu merasa tidak layak dicintai. Tahukah kamu apa yang aku pikirkan saat mendengar kalimat itu? Aku ingin menjadi orang itu, menjadi orang yang membuatmu merasa dicintai. Dan tahukah kamu kalau saat itulah saat pertama kali aku benar-benar menginginkan sesuatu? Bukan karena disuruh atau karena ingin menyenangkan orang lain, tapi karena kehendakku sendiri. Tapi begitu kutahu kalau satu-satunya hal yang kuinginkan saat itu tidak bisa terwujud, aku berdoa mati-matian agar semesta menyangkal pernyataanmu. Dan tahukah kamu betapa leganya aku ketika berbulan-bulan kemudian aku melihat fotomu tersenyum lebar di samping wanita yang bukan aku. Ternyata doaku terkabul!


Ada masa ketika aku memasukanmu ke dalam mimpi masa depanku, ada masa ketika aku ingin melihat dunia yang kamu lihat, dan ada masa ketika aku menghapus semua hal itu karena kutahu aku sudah tidak berhak. Aku tidak bisa menjadi orang yang mengetahui setiap detail hidupmu, mengetahui setiap hal kecil yang kau lakukan, ataupun mendengar perkataanmu yang membuatku berpikir tentang hidup. Tidak, aku tidak sampai ke level itu. Dan tidak akan pernah sampai. Temanku pernah berusaha menghibur, katanya, "kalau jodoh gak akan kemana". Tapi kalimatnya itu tak akan kusetujui sampai kapanpun. Karena kalau aku menganggukan kepala berarti aku berharap kamu merasakan patah hati lagi. Jangan. Cukup aku saja yang menjadi pelaku terakhir.


Setelah momen singkat bersamamu usai, aku seperti dibangunkan dari mimpi. Dipaksa menjajak realita di bumi yang membuatku merasa bahwa aku tidak pantas dicintai. Perasaan yang begitu menggerogoti hati seperti ada lubang yang menganga lebar di dalamnya. Apakah dulu kamu pun merasakan frustasi yang sama? Setelah waktu berselang pun masih kusisipkan bahagiamu dalam doaku sampai aku lupa untuk mendoakan bahagiaku sendiri.


Di tulisan ini, yang tidak tahu akan bermuara kemana, aku ingin minta maaf karena aku tidak menuruti nasihatmu untuk tidak terlalu memikirkan orang lain. Mungkin kamu akan marah atau menghela napas frustasi jika tahu bahwa keputusanku untuk berpaling dulu bukan karena aku ingin.


Lalu kalau dipikir-pikir aku ini bodoh sekali, ya. Buang-buang waktu berharap agar senyum dan tawamu bertahan bersama wanita yang bukan aku. Mungkin sekaranglah saatnya aku menuruti nasihatmu. Tidak lagi-lagi terlalu memikirkan orang lain. Tidak lagi-lagi terlalu memikirkanmu karena toh kamu sudah memiliki orang yang mengemban tugas itu.


Ada yang bilang, "seringkali orang yang tepat datang di waktu yang salah" dan aku sempat berpikir bahwa kamu lah orang itu, tapi rasanya bukan. Menurutku tidak ada orang yang tepat tapi datang di waktu yang salah, semua orang yang tepat datang di waktu yang tepat juga. Mungkin waktu itu kamu datang agar membuatku berkeinginan untuk menjadi diriku sendiri, mungkin waktu itu kamu datang agar aku sadar dengan kemampuanku mencintai, bisa jadi juga kamu datang untuk membuatku tergerak sehingga  bisa membuat bahagiaku sendiri. Atas semua kemungkinan itu, aku juga ingin mengatakan terima kasih walau kutahu kamu tak akan mampir menengok tulisan ini. Terima kasih juga karena tidak memanggil namaku saat dulu aku berjalan pergi. Terima kasih dan semoga kita tidak pernah bertemu lagi.

Comments

  1. waahh bagus Mei tatanan bahasanya!! Keren bangeettt.. Uda kaya penulis betulaaan πŸ‘ Ini kisah nyata jangan2?? πŸ˜†

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk thank you, Pika.. Jadi malu.. 🀣🀣 Apakah emang cocoknya nulis yang temanya patah hati, ya wkwkwk

      Delete
    2. Sama-sama Mei... Engga kok.. Cerpen-cerpen yang sebelumnya juga bagus. Tapi makin ke sini perkembangan bahasanya jadi lebih bagus menurut gw. Hehehe

      Delete
    3. Jadi terharu lagi πŸ₯ΊπŸ₯Ί *padahal jarang nulis wkwkwk*

      Delete
    4. wkwkwkw hayo Mei nulis lagiii.... Seru bacain tulisan Mei-Mei πŸ‘

      Delete
    5. Hahaha kudu diniatin nih buat makin sering nulis 🀣🀣

      Delete
    6. wkwkw ikutan komunitas blogger 1minggu1cerita Mei. Jadi ada motivasi nulis karena musti nyetor pos dalam sebulan. Kalo ga setoran dikick gitu wkwkw

      Delete
    7. Sempet kepikiran join, pik. Tp kayaknya g masih belom bisa komit wkwkwk nanti deh g kumpulin dulu niatnya X'D

      Delete

Post a Comment

Popular Posts