Apa Kamu Punya Mimpi?

Kamis, 31 Desember 2020, pukul 6 sore. Aku sudah membuat jadwal apa-apa saja yang haus aku lakukan hari ini. Jam segini harusnya aku sedang mengupdate laporan keuangan pribadiku lalu dilanjut dengan aktivitas zumba dengan gerakan yang aku ikuti dari youtube, kemudian aku akan makan malam dan bersiap-siap untuk belajar Bahasa Korea, rutinitasku di hari kamis selama beberapa minggu terakhir. Tapi, alih-alih melakukan apa yang sudah ku tulis di agendaku, aku malah duduk di belakang layar laptop dengan segala pikiran yang muncul silih berganti. Aku pikir akhir tahun ini dan tahun baru besok gak akan seperti tahun-tahun sebelumnya. Ya, memang iya, sih. Aku gak melakukan acara BBQ atau makan-makan akkhir tahun dengan keluarga besarku seperti tahun lalu, atau begadang menonton Harry Potter yang disiarkan di TV seperti rutinitas tahunanku saat aku masih sekolah. Bagiku gak ada "rencana malam tahun baru", hanya ada hari kamis dan jumat seperti biasa. Tidak ada perubahan yang berarti, maka aku pun gak perlu menyiapkan resolusi untuk tahun depan yang tinggal beberapa jam lagi. Tapi, nyatanya otakku terus berpikir dengan gelisah, memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi di tahun yang baru.

Sampai muncul sebuah pertanyaan dalam benakku? "Apa kamu gak punya mimpi?"

Mimpi, ya? Sebuah hal yang semakin lama terasa semakin jauh untuk ku gapai. Aku pernah punya mimpi waktu SMA, mimpiku menjadi seorang psikiater yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus yang seringkali dianggap remeh dan disalahpahami oleh orang-orang di sekitar mereka. Tapi, mimpi itu ternyata harus ku buang hanya dalam hitungan bulan. Kemudian, alih-alih mencari mimpi yang baru, aku terus terpaku pada realita dan terus-terusan hidup untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Sampai akhirnya aku mengalami serangkaian kejadian tahun ini yang membuatku menyadari satu hal klise, bahwa aku gak perlu terus-terusan hidup untuk orang lain. Aku bisa berdiri sendiri dan berjalan sendiri. Tapi, setelah menyadari hal itu apakah lantas ada bara api yang berkobar-kobar atau muncul semangat baru untuk menjalani hidup? Engga. Aku malah tersesat.

Aku bisa berdiri sendiri, aku bisa berjalan sendiri. Lalu, kalau sudah begitu aku harus jalan ke arah mana? Dengan semangat yang naik turun aku mencoba untuk mencari arah. Aku terus-terusan memikirkan hal besar apa yang bisa ku jadikan tujuan hidup. Aku pernah bilang kalau goalku hanya ada 2, yaitu punya apartemen sendiri dan mengisinya dengan semua idealisme yang aku punya dan punya dana pensiun cukup supaya aku bisa pensiun di umur 45. Tujuan hidup yang sederhana sekali, yang sebenarnya masih kusanksikan. Aku ini memang orang yang suka menyusahkan diri sendiri dengan keragu-raguan yang aku punya.

Dan kalau berbicara lagi soal mimpi, apakah mimpi itu harus hal yang besar? Diriku bertahun-tahun yang lalu pasti langsung mengiyakan tanpa babibubebo. Tapi, aku yang sekarang akan berkata "tidak" dengan telak. Setelah membuang mimpiku untuk pertama kali, aku bukannya gak mencari mimpi baru tapi aku terus-terusan membandingkan mimpi yang aku temukan dengan mimpi pertamaku yang ku buang. Karena aku berpikir bahwa mimpi itu adalah suatu hal yang besar. Menjadi psikiater dan menangani anak-anak berkebutuhan khusus adalah hal besar menurutku, memang pasti gak semulia apa yang dilakukan Mother Theresa, tapi membantu orang sudah pasti adalah hal baik, kan? Setelah aku akhirnya masuk jurusan ekonomi aku gak tahu lagi mimpi semacam apa yang bisa selevel dengan mimpiku dulu. Padahal mimpi itu gak harus besar, padahal mimpi itu gak harus berkaitan dengan membantu orang lain.

Beberapa waktu lalu saat aku bertemu dengan temanku dia bilang kalau suatu saat nanti saat dia sudah merasa cukup settle, dia akan mengambil kuliah psikologi mulai dari S1 dan lanjut ke S2. Saat aku mendengar hal itu aku bertanya-tanya, "Apa gak kelamaan?" "Apa nanti gak ketuaan?" lalala lelele. Aku sadar bahwa aku punya bakat untuk mengecilkan mimpi dengan pertanyaan-pertanyaan gak pentingku. Lalu, aku menyadari satu hal lagi, mimpi itu sesederhana hal yang kita inginkan.

Jadi, untuk menyambut 1 Januari 2021 aku bertanya pada diriku, "Apa kamu gak punya mimpi?" dan hati kecilku menjawab dengan jawaban yang sangat sederhana. Punya, aku bermimpi untuk bisa belajar biola. Hal sederhana yang sudah aku inginkan sejak bertahun-tahun lalu, tapi aku abaikan karena aku anggap itu adalah hal kecil yang gak berarti, yang akan aku wujudkan tahun 2021, segera setelah virus corona menyebalkan ini hilang.

Dan kalau aku diminta untuk menulis pesan diakhir tahun 2020 ini mungkin aku akan bilang, "Jangan takut bermimpi besar, tapi jangan berkecil hati juga kalau mimpimu tidak sebesar orang lain. Biar bagaimana pun itu adalah hal yang kamu inginkan dan kamu tahu bahwa mimpi kecil itu yang akan menjagamu tetap hidup."

Comments

Popular Posts