Corona: Blessing in Disguise

Hari ini Senin tanggal 16 Maret 2020. Pagi ini aku menyadari bahwa corona bisa menjadi blessing in disguise bagiku. Aku bisa bangun pagi seperti biasa dan beraktivitas seperti biasa. Tetap ke kantor jalan kaki seperti biasa dan gak perlu mengatur strategi gimana naik angkutan umum yang jam operasionalnya dibatasi. Aku ke kantor seperti biasa dan minggu depan akan gajian seperti biasa, gak perlu was-was akan diphk karena operasional dan omzet kantor terganggu, gak was-was juga walau dana darurat masih nihil. Jobdesc ku pun tidak mengharuskan aku untuk pergi menemui banyak orang, tambahan lagi space kerjaku yang sungguh luas sehingga kontak fisik dengan rekan kerjaku hampir gak pernah sama sekali. Aku gak perlu pusing harus nyetok ini itu ina apalagi kena panic buying karena alfamart dan indomaret menjamur di sekitar kosku. Di saat yang lain panik karena dollar naik sementara saham kebakaran, aku anteng-anteng aja karena aku gak punya saham dan gak main forex, investasiku sama nihilnya dengan dana daruratku, tapi hal itu juga menjadikanku lebih aware lagi dalam membeli barang.

Aku memang sempat kena panic attack seperti orang-orang lain dan parno setengah mati yang bikin aku semakin curiga dengan orang-orang yang berlalu lalang di sekitarku, curiga apakah benda yang aku pegang ada virusnya atau gak, dan lain-lain, dan lain-lain. Aku bahkan sampai sudah membayangkan kalau aku sampai kena corona, apa yang akan aku lakukan selama diisolasi di rumah sakit. Sungguh "visioner" bukan imajinasi saya. Hmm

Tapi, sebenarnya yang harus aku lakukan sekarang adalah bernapas dan menyadari semua hal yang ada di sekitarku. Dengan kondisi mentalku yang masih porak poranda, "moment" ini membuatku lebih menyadari diriku sendiri dan aku bisa bilang, "berhenti, bernapaslah dulu, semua hal yang ada di kepalamu tidak benar," kalau-kalau panic attack menyerangku lagi. Himbauan untuk pencegahan corona di mana-mana pun bisa menjadi pengingat bagiku untuk hidup lebih sehat. FYI, sudah hampir 4 bulan aku tidak punya keinginan untuk beraktivitas fisik, sepedaku selalu aku pompa dan aku lap secara berkala tapi gak pernah aku pakai, waktu luang yang biasa ku isi dengan zumba pun malah ku isi dengan bermain Instagram dan malah terpapar dengan berita-berita corona dan kepanikan dari orang-orang.

Maaf kalau aku bilang begini, bukan berarti aku gak iba dengan orang-orang yang kewalahan karena pandemik ini, aku pun gak mau serta merta bilang, "semua ada hikmahnya" seolah-olah aku hidup dengan penuh rasa syukur. Padahal beberapa bulan belakangan ini aku bahkan menangis jika aku dihadapkan dengan rasa syukur. "Apa aku pantas untuk merasa bersyukur?" Tapi, ku rasa dengan kondisi saat ini dan kondisi mentalku saat ini, ini adalah saat yang tepat untuk kembali kepada diriku lagi, untuk lebih aware dan lebih jujur tentang apa yang aku rasakan dan apa yang pikiranku katakan, lebih menyadari bahwa aku masih bernapas dan berjanji untuk bernapas lebih lama lagi.
.
.
.
.
Update

Kamis, 19 Maret 2020. Hari ini hari keduaku berada di kos seharian. Jelas bukan work from home. Sejauh ini kantorku tidak memberikan ketentuan untuk work from home. Tapi, dokter yang menyuruhku untuk di rumah aja karena aku kena flu ringan. Iya, di saat seperti ini aku malah sakit dengan salah satu gejala yang seringkali disalahartikan sebagai gejala corona. Walau yah bisa jadi sih sebenarnya. Hmm

Aku dirumahkan dari kemarin, selama 2 hari. Jadi besok aku akan kembali bekerja di belakang meja.

Hmm I think I am the one who can survive if I have to work from home in a couple of weeks (or months) may be. Sejauh ini, berdiam diri di rumah dan gak ke mana-mana adalah salah satu aktivitas kesukaanku. Sayangnya aku gak akan mendapatkan "privilege" itu. Tapi, walau begitu, aku masih memiliki pemikiran yang sama seperti pemikiranku pada hari senin lalu. Corona is a blessing in disguise.

Seharian kemarin kerjaanku hanya makan dan tidur, benar-benar seperti orang sakit. Walau memang benar kalau aku sedang sakit. Tapi, rasanya karena aktivitas yang seperti orang sakit itu, kondisiku membaik hari ini. Karena aktivitas yang seperti orang sakit itu pula, aku menjauhi media sosial yang terasa sungguh sibuk mencekoki penggunanya dengan beragam informasi terkait corona. Yah, aku jadi punya waktu untuk memilah-milah mana informasi yang harus aku telan dan mana yang harus aku abaikan.

The good news is, I start to do yoga session. Wow amazing. Dulu itu aku merasa yoga adalah kegiatan yang gak akan cocok denganku. Yoga berfokus pada kesabaran dan mindfulness, sementara aku sangat tidak sabar dan terlalu terpaku pada teknik dari setiap gerakan. Maka, aku lebih memilih zumba yang mengajarkan kelincahan dengan sekian banyak gerakan yang perlu diingat dan main sepeda yang mengutamakan pergerakan, entah pelan ataupun cepat. Bagiku, yoga itu bukan aku banget. Tapi nyatanya, yoga adalah aktivitas yang aku butuhkan saat ini. Aktivitas yang akan mengingatkanku untuk menyadari apa pun yang aku kerjakan, mengingatkan otakku untuk berhenti berpikir yang bukan-bukan, mengingatkanku bahwa semua hal akan baik-baik saja, dan mengingatkanku untuk bernapas.

Aku baru melakukan yoga 2 hari ini, selama aku "dirumahkan" dan dengan gerakan ala kadarnya yang aku lihat dari youtube dan aplikasi Daily Yoga. Tapi, aktivitas ala kadarnya itu bekerja sama dengan aktivitas seperti orang sakit membuat tubuhku terasa lebih relaks dan pikiranku lebih tenang. Dan bisa aku bilang bahwa dua hal iini adalah efek samping corona, secara tidak langsung.

Kalau gak ada isu corona, aku jelas gak akan pergi ke dokter hanyak karena pilek, walaupun aku ke dokter pun mungkin gak akan sampai dirumahkan karena aku hanya pilek. Kalau gak dirumahkan, aku gak akan punya banyak waktu untuk melakukan aktivitas seperti orang sakit dan mencoba yoga.

Hmm aku tau banyak orang mengomentari pandemik ini dengan sekian banyak pro dan kontra. Jelas lebih banyak kontranya. Siapa sih yang mau sakit? Tapi, jika kalian membaca tulisanku dari awal mungkin kalian bisa menyimpulkan sendiri aku berada dikubu mana. No offense to anyone. It's just kind of personal matter for me dan aku juga gak akan menyuruh kalian untuk berpikir sepertiku. Everyone has their own personal matter, I think.

And again, I want you (and myself) to remember this. Small thing(s) matters. Apa pun yang aku dan kamu lakukan selama masa pandemic ini sungguh akan memberi arti, entah hal itu kecil ataupun besar, entah hal itu berarti untuk dirimu sendiri atau bisa berarti untuk orang lain.

Beberapa influencer membuat konten yang sungguh bikin adem yang berisi tentang hal-hal kecil apa yang perlu dan tidak perlu dilakukan selama masa-masa ini. Konten nasi telur ceplok adalah favoritku. Beberapa lainnya menaruh iba pada orang-orang yang kewalahan karena pekerjaannya banyak yang dicancel atau bahkan mereka diphk tapi juga memberikan solusi dan mendorong orang-orang untuk saling bantu. It's time to prove that sharing is caring, you know. Small thing(s) matters.

Hari ini hari keduaku di rumah aja yang membuatku rindu minum kopi yang sebenarnya bisa ku beli dengan berjalan kaki gak sampai 5 menit dari kosku. Tapi, aku minta abang gojek belikan 3. 2 untukku, iya buat hari ini dan besok, satu aku kasih abang gojeknya yang mukanya sumringah waktu aku kasih kopi. Aku gak bisa buat konten yang memotivasi banyak orang untuk gak panik, tapi aku bisa share konten-konten itu dan berharap ada beberapa orang yang juga tergerak dengan konten yang aku share. Aku bukan dokter atau petugas medis atau relawan yang bersedia berada di garis depan untuk merawat pasien positif corona, tapi aku bisa membantu dengan di rumah aja dan gak membuat panik orang-orang di sekitarku karena aku pilek. Aku bukan Jack Ma yang bisa menyumbangkan sekian banyak masker dan donasi lain untuk negara-negara yang membutuhkan, tapi aku bisa membantu abang gojek dapat orderan dan memberinya kopi yang harganya gak mahal-mahal amat.

Simple thing(s) matter.

Aku bukan bercerita begini untuk pamer atau bertindak seolah-olah aku ini orang baik. Nope. Aku menulis ini untuk mengingatkan diriku di masa depan, kalau-kalau suatu hari nanti ingin menengok sedikit ke belakang, agar dia tahu bahwa dia gak perlu berjalan terlalu cepat dan mengejar sesuatu yang sebenarnya dia sendiri gak tahu dan dia gak perlu menjadi superhero untuk berbagi senyum pada dirinya sendiri atau orang lain.

Comments

Post a Comment

Popular Posts