Self Love (Again and Again)

"Apa aku ini anaknya terlalu serius, ya?"
"Apa aku ini anaknya terlalu gaj nyantai, ya?"
"Apa aku ini anaknya terlalu gampang ngambek, ya?"

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu gak cuma sekali dua kali tiga kali mampir dalam benakku. Sering banget berlarian dalam otakku, apalagi kalau aku habis ngobrol atau berargumen dengan temanku.

Ada yang bilang, kita sendirilah yang harus menilai diri kita sendiri. Semua hal dimulai dari diri kita, kan. Apalagi kalau yang hobi buat menilai orang lain. Nilai diri sendiri dulu baru nilai orang lain. Bukan begitu, Sahabat? TAPIII rasanya setiap kali aku menilai diri tuh yang muncul adalah pertanyaan-pertanyaan seperti yang tadi aku sebutkan, lalu tak jarang juga muncul keraguan semacam, "apa aku ketinggian ya menilai diriku sendiri?" Ada juga ketakutan tak berdasar, seperti takut dicap sombong atau apa sama orang lain. Pesimis? Iya mohon maap ya, barangkali 80% isi otakku adalah kalimat-kalimat pesimis semacam itu.

Tempo hari, Koko Amrazing bilang di Instagramnya, “What are your flaws?”, without even have to think, without even have to blink. Too fat. Too short. Too skinny. Too stupid. Not beautiful. Useful. The list goes on and on and on. But when given the question, “what are the things you’re good at?” or “what is your best quality?” we often pause for far too long, looking for the answer that never came because we think we don’t have any skills to be proud of, and do not have the ‘good’ physical appearance — according to society. 

Benar gak apa yang Ko Lexy bilang? Kalau dalam kasusku sih kalimatnya itu on point banget. Aku masih punya ketakutan tak berdasar dan yah aku masih memikirkan apa kata orang, walau dari casingnya aku tampak cuek bebek terkewek kewek. Kalian kayak gitu juga gak sih? Apa cuma aku aja yang begitu? Hmm Hmmmm

Beberapa orang terdekatku bilang kalau aku punya value, bahkan dulu ada orang yang bilang kagum sama aku padahal baru kenal beberapa hari. Dibilang begitu bukannya senang atau gimana, aku malah bertanya-tanya "kok bisa?" Kok bisa-bisanya orang bisa liat value aku sementara aku engga. Sebenarnya kalau diejek sama orang justru aku fine-fine aja. Masa bodo dikatain gendut atau hitam. Soalnya aku tau karena lemak dan kulit hitamku adalah sisa-sisa kebahagian yang sudah terlewati. #ngelesaja Giliran dipuji malah jiper. Aneh, ya. Wkwkwkwk

Topik semacam ini juga bukan cuma satu dua kali aku bahas di blog, aku pernah bahas di sini dan di sini. Tapi emang dasar yang namanya habit itu agak sulit dilepaskan. Macam orang ngerokok kan susah banget lepasnya. Eits, tapi susah lepas bukan berarti impossible ya, Sahabat.

Terakhir kali aku berpikir untuk mengecilkan diri sendiri (which is sekitar 24 jam yang lalu) aku bertanya pada diriku sendiri, "mau sampai kapan hobi mengecilkan diri sendirinya dipertahanin?" Aku membuat sebuah cara agar jiwa pesimisku gak lagi-lagi berargumen saat aku mau menilai diri. Apa yang aku lakukan? Aku mengganti pertanyaan-pertanyaan bernada negatif menjadi pernyataan yang mengatakan bahwa aku punya kelebihan. Misalnya, "aku ini orangnya imajinatif". Nah, sampai di situ diriku yang pesimis udah ancang-ancang mau mendebat, "moso sih?' Maka aku buktikan kalau memang benar aku ini imajinatif. Aku suka menulis, aku suka motret, maka aku tuangkan imajinasiku ke dalam dua media itu. Dari sana aku bisa lihat betapa imajinasiku berkembang.

Setelah sampai ke tahap ini, aku perlu membuat tameng agar rasa minder gak menyergap dan mengambil alih kekuasaan diri secara semena-mena apalagi kalau melihat karya orang lain yang udah hebat-hebat atau bahkan udah bisa bikin workshop atau exhibiton sendiri. Aku membentengi diri dengan cara memotivasi diri dari orang-orang hebat tersebut. Dan satu hal yang pasti, semua orang hebat pernah jadi pemula.

Intinya, kalau aku mau membuat pernyataan "aku ini begini, lho" "aku ini begitu, lho", aku harus melakukan pembuktian diri sehingga aku merasa pantas untuk menyebut diriku begini dan begitu. Kalau udah ada buktinya kan aku gak akan ngerasa minder atau takut dibilang sombong atau ngomong doang. Membuktikan diri pada diriku sendiri menjadi cara yang aku pilih. Kenapa? Karena sebenarnya orang yang paling nyinyir itu bukan orang lain yang gak suka sama aku atau para netijen di Instagram. Tapi diriku sendirilah yang paling nyinyir. Kalau aku gak percaya sama kemampuanku sendiri, bagaimana orang lain bisa percaya sama kemampuanku, kan?



Nah, kalau kalian punya masalah setipe denganku yang punya hobi untuk mengecilkan diri sendiri dan ingin hobi semacam itu berganti dengan hobi mencintai diri sendiri, barangkali bisa coba caraku itu. Atau kalau kalian punya cara yang lain, bisa bagi ke aku, ya. Kan siapa tau caranya bisa lebih ampuh.

Ayo kita percaya pada diri kita sendiri, karena masing-masing dari kita sebenarnya bukanlah orang yang gak pantas dikagumi atau orang yang gak punya value. Aku dan kamu punya 'sesuatu' dan punya kelebihan-kelebihan lain (selain kelebihan berat badan tentunya ahahahaha) yang mungkin saja terselubung karena aku dan kamu terlalu asik bergumul dalam kelemahan.

p.s: mungkin suatu saat nanti aku bisa aja kembali merasakan krisis kepercayaan diri yang serupa. Maka aku memutuskan untuk mengabadikan pikiranku pada blog ini. Iya, kalau lagi merasa down atau butuh nasihat, gak jarang aku baca-baca tulisanku sendiri. Ada yang bilang (tapi, aku lupa siapa yang bilang wkwkwk), "kalau suka menulis tapi belum bisa membuat sebuah karya yang dinikmati atau membantu orang lain, maka menulislah untuk dirimu sendiri."

Comments

Popular Posts