No Better You Than The You That You Are

"Si A pake baju itu keliatannya gendut banget, ya?"
"Si B tuh kurusan, diet ya dia?"
Hei, people jaman now, pasti familiar banget dong sama obrolan kecil semacam itu? Kayaknya, sekarang tuh kalau topik soal ukuran badan dan berat badan termasuk ke dalam topik yang tabu untuk diperbincangkan, ya. Tapi, tenang, karena people jaman now gak cuma ngomongin orang soal berat badan atau ukuran badan. Semuanya dikatain, semuanya dijudge. Berat badan kek, makeup yang dipake kek, cara ngomong kek, omongan yang nyinggung-nyinggung tentang SARA kek. Yah, apa pun yang menurut orang-orang 'menarik' untuk diomongin aja lah. Dan yang bikin aku miris, bisanya omongan syang menjudge semacam itu disuarakan secara spontan. Udah lama gak ketemu trus langsung ngomong "kok gendutan?" seolah gak ada kalimat basa-basi lain yang lebih berfaedah. Lalu, giliran orang yang ditanya begitu balik ngatain malah dibilangnya baperan. Lah, situ kalo eke katain gendutan juga apa kupingnya gak panas?

Ada seorang temanku yang memang punya ukuran badan agak besar, berkali-kali dia bercerita padaku kalau orang-orang memandang rendah dirinya karena ukuran badannya berbeda dari adiknya yang kurus tinggi semampai, beda dari mama papanya yang juga kurus tinggi semampai. "Duh, air itu kalau gue minum bisa jadi lemak tau," begitulah katanya berulang-ulang. Aku tertawa saja waktu dia bilang begitu dan bilang juga "iya, I feel you", karena ngurusin badan itu termasuk hal yang menurutku sulit dilakukan (selain move on #eeaa). Tapi, hei aku gak sampai dipandang orang-orang dengan pandangan jijik kan seperti perlakuan yang didapat temanku itu, kan? Gak ada bapak-bapak yang bilang ke anaknya "kamu jangan makan banyak-banyak, nanti kayak dia" sambil nunjuk ke aku dengan pandangan prihatin, gak ada yang begitu kan? Aku kan gak sampai mendapat perlakuan beda dengan adikku karena ukuran badan kami berbeda, kan? Maka aku maklum kalau temanku sampai bisa punya tingkat kepercayaan diri yang minim dan insecure yang tinggi. Agak parno kalau ada yang ngelirik sedikit ke dia, dia lantas mikir, "itu orang liatin gue, gk pernah liat ada cewek yang punya paha segede ini kali, ya." Hmm

Orang-orang banyak yang skeptis dengan orang-orang berukuran jumbo, orang-orang yang menurut mereka mukanya gak cantik/ganteng, orang-orang yang mereka anggap bodoh, dan orang-orang yang gak mengikuti 'standar hidup' seperti orang-orang kebanyakan. Sementara aku skeptis dengan orang-orang yang skeptis dengan orang berukuran badan jumbo, orang yang katanya mukanya jelek, orang yang dikatain bodoh, dan aku terutama aku skeptis dengan orang yang membuat peraturan tidak tertulis tentang 'standar hidup' masyarakat kebanyakan.

Dahulu kala, waktu aku masih bocah, aku selalu marah-marah atau bahkan nangis kalau ada anak yang ngejek atau gangguin aku di sekolah (dulu, aku ini bulliable, fyi). Lalu, mamaku bilang begini "Gak usah diladenin, nanti juga berhenti sendiri. Kalau Mei marah atau nangis malah semakin digangguin." Aku ikuti saran dari mamaku, lalu ejekan dan gangguan itu pun benar menghilang secara perlahan. Lalu nasihat mamaku itu ku artikan begini: kalau aku marah atau sedih saat digangguin, aku seolah menunjukkan sisi diriku yang lemah, dan kebanyakan orang itu senang mengganggu sisi yang lemah, kan. That's why anak-anak yang jadi sasaran empuk pembully-an di sekolah itu adalah anak yang sekiranya gak berdaya.

Jadi barangkali orang-orang menilai perangai dan penampilan, "oh, orang ini kayaknya lemah", lalu mereka iseng ngata-ngatain, eh malah keterusan karena mereka pikir asik lalu mereka pikir menyenangkan juga karena ada orang yang takut sama mereka, mereka bertindak seperti manusia superior dengan mengganggu orang yang mereka pikir 'kaum lemah'. Dan kategori 'kaum lemah' dalam kamus mereka adalah orang-orang yang berbeda, yang tidak mengikuti 'standar hidup' masyarakat kebanyakan. Dan apa dampaknya bagi para 'kaum lemah' itu? Yang paling ringan ya seperti yang terjadi pada temanku: tingkat kepercayaan diri yang minim dan tingkat insecurity yang tinggi.

Kalau aku masuk jurusan psikologi, barangkali skripsiku akan berbunyi begini, "Pengaruh Perkataan Orang Skeptis atas 'Standar Hidup Manusia yang Seharusnya' terhadap Penurunan Tingkat Kepercayaan Diri dan Peningkatan Tingkat Insecurity Manusia. Studi Kasus pada Orang-Orang Indonesia Jaman Now."

Lambat laun, aku mulai membentengi diriku sendiri. Kalau komputer itu harus diinstall antivirus supaya gak kena serangan virus dari hacker, maka aku juga install software serupa untuk membentengi diri dari perkataan orang yang gak berfaedah, software yang ku namakan 'masa bodoh'. Dan biasanya, aku akan melakukan scan terhadap orang-orang di sekitarku. Caraku untuk tahu seseorang itu kurang lebih kayak apa adalah dengan melihat gerak refleks nya dan memperhatikan hal-hal kecil yang mereka lakukan. Bukan maksudku untuk sombong atau pilih pilih teman. Tapi, memang manusia itu pada dasarnya pemilih. Coba deh kalau kalian ke pasar, sayuran aja dipilih kan mana yang bagus. Wajar dong kalau teman juga dipilih, karena aku termasuk ke dalam spesies manusia yang enggan bergaul, maka teman-temanku haruslah teman-teman yang bisa membuatku menjadi lebih baik, untuk apalah aku membuang-buang waktuku untuk orang yang sukanya ngejudge dan nyinyirin orang lain, kan?

Waktu pertama masuk kerja, aku pernah diomongin kalau mukaku harus berwarna (bermake up selalu maksudnya). Selang berapa lama, aku dikatain karena cara jalanku kayak cowok, lalu dikatain karena aku gak mau pake rok span. Semakin dikatain begitu, aku semakin bersikap masa bodoh. Kalau gak mau liat cewek yang jalannya kayak cowok atau cewek yang gak mau pake rok span ya jangan liatin aku, toh. "Memang matamu itu hanya didesain untuk liatin aku?" Aku akan bilang begitu lah kira-kira kalau aku dikatain sampai dinyinyirin.

Nah, udah-udah. Kalau tadi aku cuap-cuap tentang problematika klasik diantara teman-teman cewekku, maka aku sekarang akan cerita problemku yang ternyata datang mengendap-ngendap seperti shadow masternya paddlepop.


Seseorang dimasa lalu bilang kalau dia kagum sama aku. Dan pernyataannya itu membuat tanda tanya besar dalam diriku. Aku bertanya-tanya "Kenapa kok bisa kagum? Memang aku ngapain?" Bingung dan heran sampai berhari-hari, karena waktu itu, orang yang bersangkutan gak mau jawab waktu ku tanya alasannya membuat pernyataan seperti itu. Bahkan, orang itu juga bilang bahwa aku ini adalah someone yang worth to fight. Lalu, semakin bingunglah hamba ini. Aku terus bertanya-tanya pada diriku sendiri, topik ini terus berlarian di dalam benakku, gak bisa diamnya macam anak kecil yang kena sindrom ADHD. Sampai akhirnya muncul pertanyaan begini: "memangnya apa yang bisa dikagumi dari aku?"

Long story short, aku 'menjatuhkan' diriku sendiri dengan pertanyaan yang ku ajukan pada diriku itu. Dan aku gak sadar kalau aku sendiri yang 'menjatuhkan' diri, lalu karena aku langsung berpikir "memangnya aku layak dikagumi?" begitu ada orang yang bilang kagum sama aku, itu artinya jauh di dalam diriku, tingkat kepercayaan diriku sudah rendah, kan?

Lalu, aku juga lihat igs nya kokoh Amrazing yang juga kebetulan menyingung topik ini. (Nah, kan mestakung lagi. Setiap ada topik yang menari-nari dalam benakku pasti ada saja yang kasih insight. Hmm). Katanya, "Tau gak, kenapa banyak orang terdiam dan gak bisa menjawab pertanyaan, 'apa kelebihanmu?' sementara mereka dengan lancar menjawab saat ditanya 'apa kekuranganmu?'"

Membaca kalimatnya itu, aku seolah disentil-sentil ampe memar. Karena itulah yang aku lakukan selama ini, wahai sahabat!! Aku bisa dengan lancar nyebutin bahwa aku ini anaknya sembrono sekaligus ceroboh sampai-sampai aku bisa dibilang sebagai 'Si Pengkoleksi Memar dan Lecet'; lalu aku ini malas semalas-malasnya apalagi kalau magernya udah kumat; aku ini borosnya ampun-ampunan; aku ini lelet sampai mamaku seringkali ngomel-ngomel kalau aku kelewat lelet; lalu aku juga suka meremehkan dan menjudge diriku sendiri, seperti yang sering kulakukan tapi baru-baru ini ku sadari. Hmm hmmmm hmmmmmm Ada gak sih yang seperti aku? Apa aku doang yang hobi mendownkan diri sendiri?

Oh, ternyata the most killer toxic untuk diriku adalah diriku sendiri, netijen paling nyinyir itu bukan para netijen di Instagram, melainkan diriku sendiri. Aku bilang, aku sudah buat tameng terhadap 'serangan-serangan' dari luar, tapi rasanya aku perlu juga membentuk tameng untuk 'serangan-serangan' dari dalam, yang jauh lebih mematikan daripada racunnya king cobra.

Mungkin merasa minder sekali-sekali itu wajar, karena kalau mau ditilik dari angle lain, rasa minder itu bisa jadi booster kita untuk jadi lebih baik lagi, kan? Sekali-sekali juga mungkin kita perlu ngerasain sakit hatinya gak dihargain sama orang tuh kayak apa biar kita juga bisa belajar bagaimana cara untuk menghargai diri sendiri.

Self love, I am learning it now. Day by day I try to love myself more. I try to understand myself more. Like Wilson Kanadi said, "To understand others, don't use your own perception. To understand yourself, don't use others' perception." Self love isn't easy tho but worth to try, right? Dan aku seringkali mengingat juga sepenggal lirik dari lagu Scars To Your Beautiful nya Allesia Cara, "no better you than the you that you are."

Self love. We'll know the value of ourseleves. Jadi, kita gak akan lagi-lagi menjatuhkan diri kita sendiri karena kita tahu kita punya value. Everybody has their own value, right? Lalu bertingkah lakulah sesuai dengan value diri sendiri, maka orang lain akan tahu juga kalau aku dan kamu punya value dan akan berpikir dua kali kalau mau memandang kita sebelah mata, kan?
"I think the secret behind my confidence is an acute awareness that this life is temporary and wasting a single moment being unhappy and unconfident is a waste of precious time I will never get back. Not only is the idea of beauty socially constructed, it attemps to box us in to one definition of beauty. When you expand your definition of what beauty is, your life will change." - Nabela Noor

Comments

  1. waduuuh aku kesentil niihhh..soalnya aku masuk golongan spesies yang kalo baru ketemu setelah sekian lama bakal bilang "lo gendutan/kurusan deh" ahahahaha abis gatel banget pengen bilang gituuuu >.<

    btw thanks for your sharing ya! It's really inspire me ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya cobain deh pik ganti kalimat tanyanya. Karena g rasa kbanyakan orang sekarang memandang topik itu sensitif, kan. Dan kita gk tau juga seberapa insecure nya orang yg kita tanyain gitu kan. Just saying aja sih ini. 🤣🤣

      Delete

Post a Comment

Popular Posts