Sirkus Pohon

"Baiklah, Kawan, kuceritakan padamu soal pertempuranku melawan pohon delima di pekarangan rumahku dan bagaimana akhirnya pohon itu membuatku kena selalu wajib lapor setiap Hari Senin, di Polsek Belantik.
Benci nian aku pada delima itu, lihatlah pohon kampungan itu, ia macam kena kutuk. Pokoknya berbongkol-bongkol, dahan-dahannya murung, ranting-rantingnya canggung, kulit kayunya keriput, daun-daunnya kusut. Malam Jumat burung kekelong berkaok-kaok di puncaknya, memanggil-manggil malaikat maut. Tak berani aku dekat-dekat delima itu, karena aku tahu pohon itu didiami hantu."

Sedikit sinopsis buku ini yang ku baca di Goodreads membuatku tergelitik ingin tahu kisah-kisah yang terjadi dalam buku ini. Sirkus Pohon adalah buku ke-10 Andrea Hirata dan perlu diketahui bahwa aku sama sekali belum pernah membaca satu pun karyanya, temasuk buku Laskar Pelangi yang terkenal seantero jagad raya itu. Jangan tanya kenapa, karena aku akan menjawab "bukunya terlalu booming, aku gak suka yang terlalu booming". Alasan yang sungguh amat warbiyasah, bukan? Yang bikin speechless sendiri saking bingungnya mau kasih komentar apa, seperti yang dilakukan oleh seorang temanku yang sebelumnya kaget dengan mata membelalak begitu tahu aku belum pernah menyentuh Laskar Pelangi, boro-boro nonton filmnya. Ahahahahahahaha

Jadi, karena kemarin itu aku mau pergi ke Belitung, barulah ku cari-cari buku Laskar Pelangi itu atas dasar rasa ingin tahu yang datangnya terlambat setelah sekian banyak penghargaan disabet oleh buku itu. Tapi, akhirnya yang ku temukan duluan adalah buku Sirkus Pohon ini yang memang masih termasuk ke dalam kategori buku baru. Jadilah aku baca buku ini, walau aku baru benar-benar baca setelah melewati serangkaian kisah salah beli buku. ps. sebelumnya buku yang ku beli adalah buku fotokopian. Ya, maaf saja aku kurang jeli melihat bukunya, buku tersegel rapi selalu ku cap sebagai buku bagus dan original, nyatanya gak melulu begitu. Akhirnya aku beli lagi bukunya yang asli, karena tak kuasa aku mengkhianati peluh Sang Penulis yang bercucuran demi menerbitkan sebuah karya yang dipersembahkannya untuk Indonesia.

Yak, bertele-tele lah aku sekarang dengan bahasa yang sedemikian rupa. Apa mungkin karena faktor buku yang ku baca adalah tipikal buku sastra? Ahahahaha

Jadi, tersebutlah seorang lelaki melayu, Sobridin bin Sobbiruddin namanya yang polos dan lugu tapi banyak orang menyebutnya bodoh karena Sobri, begitulah sapaannya, kerap kali dikibuli oleh Taripol, karibnya sendiri yang bekerja sebagai maling, tapi Sobri sendiri selalu berada di sisi karibnya itu bagai kerbau yang dicucuk hidungnya. Sampai suatu ketika, Sobri disuruh mengantar toa curian (oke dia gak tahu kalau toa itu adalah curian) dengan iming-iming nonton pelem bioskop oleh karibnya itu dan ia mengiyakan. Dari situ tersadarlah dia kalau selama ini ia kerap ditipu oleh Taripol yang ternyata terkenal sebagai Mafia Gang Granat oleh kalangan kepolisian.

Tak cukup di situ, ijazahnya yang hanya ijazah SD kerap membuatnya sulit mencari pekerjaan. Mentok-mentok hanya sebagai kuli serabutan di pasar. Dan juga rasanya, cinta selalu datang tanpa bilang permisi. Karena disaat ia sudah dicurigai sebagai komplotan Mafia dan kerja serabutan tak tentu, hatinya tertambat pada Dinda yang ternyata menyambutnya riang. Berjuanglah si Sobri itu untuk mendapat kerja tetap seperti kriteria adiknya, Azizah, masuk jam 7 teng, pakai seragam yang tersemat bolpen di sakunya, dapat gaji dan cuti, dan kerjanya diawasi oleh mandor galak.

Di sini terlihat jelas problematika klasik rakyat menengah ke bawah yang putus sekolah, karena lowongan kerja pada umumnya mengharuskan calon pekerjanya menenteng ijazah minimal SMA/Sederajat. Tak heran aku kalau diceritakan si Sobri kerap kali dapat mimpi buruk karena hal itu. Tapi, pada akhirnya ia seolah memenuhi panggilan hidup sebagai badut sirkus di sirkus keliling Blasia, pekerjaan yang seringkali dianggap sebelah mata oleh masyarakat mayoritas. Semua pemain sirkus kerap di cap aneh dan disepelekan, tapi mereka tetap menghibur dalam senyum dan tawa yang tidak palsu. Dan dari kisah si Sobri, aku bisa melihat ada mimpi-mimpi dari para 'orang-orang aneh' itu, yang tergantung nun jauh di langit. 

Sirkus Blasia adalah sirkus garapan Ibu Bos, seorang ibu yang punya semangat juang tinggi setelah ditinggal cerai suaminya yang berhutang di sana sini. Sirkus itu dimandori oleh seorang mandor kompeten yang tak lain adalah anak dari Ibu Bos, Tara. Tara, seorang gadis muda dengan bakat seni luar biasa, menyimpan kisah klasik romansa anak muda dengan seseorang yang disebutnya Pembela, yang dicarinya bertahun-tahun lamanya sampai bikin aku geregetan sendiri. Ahahahahahahahaha

Dikisahkan pula tentang pemilihan kepala desa di Desa Ketumbi dan kebudayaan masyarakat melayu yang masih sangat erat kaitannya dengan segala sesuatu yang disebut orang kota sebagai mitos. Pohon delima si Sobri mengambil andil dalam kisah ini, sampai akhirnya pohon tersebut mendapat julukan sebagai Pohon Delima Keramat karena banyak orang menganggapnya sakti mandraguna.

Kisah-kisah yang diceritakan dalam buku ini sederhana, menarik, dan sangat Indonesia. Karena selain dilema tentang SMA/Sederajat, dilukiskan pula intrik-intrik politik yang saling sikut demi menjadi kepala desa. Indonesia sekali, bukan? Hmm

Alur ceritanya berubah-ubah pada setiap bab, yang membuatku kadang harus menerka-nerka tentang kisah siapa yang sedang ku telusuri. Dan endingnya agak mengambang, karena kabarnya buku ini adalah buku pertama dari trilogi. Hmm okee, aku akan digantung dengan rasa penasaran sambil menanti buku-buku selanjutnya.

Comments

  1. woaaa
    jadi buku laskar pelanginya belum dibaca Mei?
    Kalau belum, berarti kita sama. Hahaha aku juga sama sekali belom pernah baca novelnya dan nonton filmnya. Hahahaha

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts