Pulau Dewata Sedang Pilu

Belum lama ini Pulau Dewata Bali terkena guncangan dari meletusnya Gunung Agung. Beritanya sudah tersebar kemana-mana tapi aku hanya dengar-dengar saja dan tidak sempat mencari tahu info detailnya sampai hari ini waktu temanku memposting gambar pengungsi di Instagram.

Pulau Dewata yang biasanya menyimpan memori indah, kini tengah dirundung pilu dan gelisah. Lebih dari 80.000 orang mengungsi, lebih dari 80.000 orang meninggalkan rumah dan harta benda mereka, lebih dari 80.000 orang tinggal di tempat pengungsian yang jauh dari rasa nyaman, lebih dari 80.000 orang berharap-harap cemas sambil menanti datangnya bala bantuan.

Ibu-ibu yang biasanya pergi ke pasar di pagi hari saat ini mungkin hanya diam sambil mengipas-ngipasi anak mereka di camp pengungsian. Bapak-bapak yang biasa pergi bekerja (entah pergi ke kantor, berternak, bercocok tanam, atau apa pun itu)  saat ini mungkin hanya duduk-duduk di depan camp pengungsian sambil mengobrol atau bermain kartu untuk mengisi waktu luang. Anak-anak yang biasanya bangun pagi-pagi lalu pergi sekolah saat ini mungkin hanya tidur di kasur tipis lalu bangun dan tidak tahu mau ngapain. Mungkin kalau aku memaksa, aku akan bilang "enak ya jadi gak usah bangun pagi-pagi lalu belajar dan bikin PR" Meh. Rasanya aku sejuta kali lebih senang disuruh bangun subuh-subuh lalu menghafal rumus fisika untuk ujian dibandingkan kena musibah gunung meletus dan harus tinggal di camp pengungsian. 

Beberapa bulan yang lalu aku pergi ke Jogja dan melihat Gunung Merapi yang pernah meletus sekitar tahun 2010 lalu (kalau aku gak salah ingat). Suara di otakku yang biasanya tidak pernah mau berhenti berbicara langsung diam membisu begitu aku melihat (bangkai)  rumah yang hancur akibat letusan Merapi.

Atapnya hanya tinggal kerangka, pintu dan jendelanya tidak ada, temboknya luluh lantak lebih dari separuhnya, perabotan di dalamnya sudah tidak jelas lagi bentuknya. Bahkan ada kerangka hewan ternak yang menjadi korban Merapi!!


Ruang tamu yang dulu biasa dipakai untuk acara mengobrol keluarga atau sekadar melepas penat sambil ngemil di sore hari. 


Biasanya jam menjadi wadah untuk menunjukan waktu, tapi kini menjadi pembeku waktu, sejarah, dan memori pahit.


Mungkin biasanya anak-anak bermain di halaman saat menjelang sore dan ibu mereka mengintip dari balik jendela ini. 

Letusan Gunung Agung bisa jadi mirip dengan letusan Gunung Merapi beberapa tahun silam membuat pikiranku berkelana entah ke mana sambil bertanya-tanya bagaimana nasib orang-orang di sana. 

Kamu mungkin pernah kesiram air panas atau kakimu pernah kena knalpot motor. Pasti rasanya panas dan perih, kan?  Mukaku pernah kesiram kuah bakso yang baru saja dipanaskan sampai mendidih, dan kakiku pernah kesiram air panas satu termos. Jangan tanya bagaimana rasanya karena amat sulit diungkapkan dengan kata-kata, luar biasa maknyus sampai aku menangis meraung-raung selama 2 jam nonstop. Lalu, apa jadinya kalau kamu terkena letusan gunung atau terkena awan panas? Ku rasa menangis pun tak bisa karena air mata sudah mengering duluan sebelum sempat menetes.

Terkadang hidup itu berat. Seabrek deadline dan projek ibaratnya hanya sekecil kutu rambut jika dibandingkan harus kehilangan harta benda atau bahkan terancam kehilangan nyawa.

Kalian masih bisa beli makanan enak di mall? Masih bisa jajan Chatime atau nonton bioskop? Maka sekiranya kalian juga bisa mengulurkan tangan kalian untuk para korban bencana. 


I always happy whenever I can buy something that I really want to have. Tapi, rasanya baterai kamera baru atau tripod atau rak buku baru bisa menunggu. Orang-orang di pengungsian lebih membutuhkan makanan dan pakaian yang lebih layak dibandingkan aku membutuhkan baterai kamera baru. Toh, toko kamera akan tetap menjual baterai kamera dan tripod bulan-bulan depan, kan? 

Ibaratnya uang itu seperti segelas air. Kalau dalam kondisi kepepet, anggap saja saat musim kemarau yang susah air, enaknya segelas air itu diapain? Dipakai minum untuk memberi kehidupan atau dipakai untuk siram tanaman atau disimpan tapi beresiko kehausan atau disiram ke depan rumah dengan alasan biar hawanya lebih adem? It's up to you. Air itu gak akan mengeluh kemana pun ia pergi. Uang juga seperti itu. Money can come and go as liquid as water but what really matters is the usage of it.

Biasanya aku gak bisa promosi dan terlalu malas untuk promosi. Tapi, promosi untuk berbuat baik kan gak ada salahnya, ya. Because, happiness never decreases by being shared to others who need it more.

"Ah, kalau nyumbang aku gak bisa banyak-banyak."

Gak harus banyak, sih. Setidaknya bisa membantu orang-orang dipengungsian untuk mengenyahkan sedikit kecemasan mereka dan membuat anak-anak di sana kembali tersenyum karena dapat makanan atau baju yang layak. :)

Comments

  1. mantap mei!
    btw lu kesiram kuah baso muka lu ga melepuh?? *ini beneran nanya*
    ga kena mata?

    ReplyDelete
    Replies
    1. langsung cuci muka, Pik. Tapi jidat g rada melepuh trus luka dikit macem lukanya Harry Potter cuma kagak keren.. X'D

      Delete
    2. Udah lama sih itu, Pik. Waktu masih kuliah.. wkwkwk

      Delete

Post a Comment

Popular Posts