Life is a Journey

Beberapa hari ini aku nyobain lagi pulang jalan kaki (well, baru 2 hari sih nyoba) dari kantorku ke kos yang ternyata jarak tempuhnya hanya sekitar 45 menit (gak nyampe malah!!)

Walau begitu, gak sedikit juga orang yang kaget begitu tau aku pulang jalan kaki. Ada sekitar 235 orang lah kira-kira. #lebay
Lalu ada temanku yang nanya, "berapa lama sampenya?"
"G ngelewatin 3 halte busway, anggapannya 1 halte busway itu sekitar 1km jalan kaki 15 menit, ada 3 halte berarti 45 menit. Sama aja kayak naik busway sebenernya. Kalau naik busway gratis lewat jalan biasa kena macet juga lama, kalau busway biasa lama juga antri busway nya larena penuh bejibun," jawabku panjang kali lebar.
Lalu temanku itu menunjukkan ekspresi yang selalu ditunjukkan orang lain ketika aku menjawab pertanyaan yang serupa. Kaget, melongo, amazed (?), lalu dalam hati ngatain "orang gila". Wes biyasah~ #meirapopo

Dan sebenarnya selama perjalanan pulangku hari ini aku baru kepikiran sesuatu. Aku beralasan kalau menunggu busway atau menunggu jalanan lancar itu menjemukan, maka aku pulang jalan kaki. Dan satu hal yang jelas, I am not really good at waiting, so I take my own step.

Tapi, bukannya hidup ini juga seperti itu?
Dulu aku merasa kalau aku ini seperti orang yang selalu terburu-buru. Selalu membuat rencana untuk hari esok, selalu membuat target besok harus begini, minggu depan harus begini, bulan depan harus begini, tahun depan harus begini. Bahkan aku menetapkan target untuk 7 tahun lagi!!

Well, aku gak bilang sih kalau ini kebiasaan buruk. Tapi, kok rasanya lama-lama aku jadi capek, ya? Terus-terusan membuat rencana dan memikirkan hari esok. Harus begini, harus begitu. Begitu target gak tercapai ujung-ujungnya uring-uringan sendiri.

Did I said that I am not really good at waiting? Tapi, kerjaanku setiap hari adalah menantikan masa depan.
Hmm.. Kok lucuk ya kalau dipikir-pikir??

Aku gak tau sih di antara kalian ada yang bernasib sama sepertiku atau cuma aku doang yang selalu terburu-buru mengejar masa depan. Tapi, yang jelas, karena aku pun orangnya gak suka capek, maka aku sedang belajar untuk berhenti mengejar masa depan.

Maksudku begini, bukan berarti aku sama sekali tidak peduli lagi pada masa depan. Hanya saja, fokusku sekarang bukan hanya pada masa depan tapi juga masa ini.
As Ralph Waldo Emerson said that "Life is a journey, not a destination."
Seperti misalnya saat aku berjalan pulang, di otakku bukan saja kepikiran kamar yang adem dan kasur yang empuk, tapi aku juga bisa menikmati langit senja (walaupun harus pake ngintip-ngintip di antara gedung tinggi), dan aku juga jadi tahu kalau bulan sudah menampakkan diri sejak setengah enam sore! Siapa yang bilang kalau bulan dan matahari tak bisa bersatu? (minta dimaki para pujangga..)

Hidupku juga seperti itu. Aku bukan lagi hanya fokus pada tujuanku nanti, tapi aku juga menikmati prosesku saat ini. Aku menikmati setiap hari, setiap jam, dan setiap menit. Karena sebenarnya setiap menit itu punya harga yang berbeda dan setiap menit yang kita lewati gak akan persis sama setiap hari. Gak bisa diulang juga! Yah, kecuali kalau punya alat Doraemon, ya..

Kalau gak buru-buru, aku juga bisa lebih jeli memerhatikan sekitarku, bukan hanya fokus pada diriku dan tujuanku saja. Aku belajar untuk menikmati setiap sensasi yang disuguhkan kehidupan padaku. Entah itu hal-hal yang membuatku tertawa ngakak gak berhenti, hal-hal yang bikin aku tersenyum-senyum geli, hal-hal yang bikin keningku membentuk sekian ribu kerutan, hal-hal yang membuat kakiku gemetar ketakutan, ataupun hal-hal yang mungkin saja membuatku tak bisa membendung air mata.

Kata orang, setiap perjalanan pasti mengandung sebuah cerita. Itulah ceritaku hari ini. Apa ceritamu? #bukaniklan
"All you need is to see the present with all your heart, and you'll find your soul and the things that you love."

Comments

Popular Posts