Totto-chan dan Sekolah Gerbong Kereta

SPOILER ALERT!!

Totto-chan adalah anak kecil unik (mungkin kata 'unik' juga tidak cukup menggambarkan pribadinya) yang sama sekali tidak pernah ku bayangkan eksistensinya. Dengan membaca bukunya, aku juga membayangkan tingkah lakunya yang 'menggemaskan' di kehidupan nyata. Hobi keluar masuk pagar orang sampai baju hingga celana dalamnya robek setiap hari; mengikuti rasa ingin tahunya dengan melompat begitu saja ke adonan semen yang ia kira tumpukan pasir, melompat lengkap dengan sepatu dan tas ransel di pungung sampai akhirnya hanya kepalanya yang tersembul di atas gundukan itu.

Keingintahuannya itu membuat dirinya dikeluarkan dari sekolah lamanya dengan label 'anak nakal'. Gurunya pusing dengan ulah Totto-chan. Kerap kali, si gadis kecil berdiri di samping jendela selama jam pelajaran berlangsung, lalu memanggil-manggil para pemusik jalanan!

Apakah perbuatan yang dilakukan Totto-chan itu salah?
Apakah Totto-chan adalah anak yang benar-benar nakal?

Ku rasa tidak ada kata-kata seperti 'baik', 'buruk' ataupun 'benar', 'salah' untuk menggambarkan anak kecil yang memiliki rasa ingin tahu. Mereka bukannya nakal, mereka hanya ingin mengeksplorasi diri dan sekitarnya.

Mama tidak pernah memarahi Totto-chan karena rasa ingin tahunya yang luar biasa itu, walau tak bisa dipungkiri bahwa mama merasa cemas kalau-kalau sekolah yang baru tidak mau menerima Totto-chan.

Sekolah baru Totto-chan, pagarnya dijalari tumbuhan sampai terlihat bahwa seolah-olah pagar itu tumbuh dari tanah dan yang lebih luar biasa, sekolahnya terdiri dari gerbong-gerbong kereta! Sekolah di gerbong kereta! Duh, aku saja rasanya mau sekolah lagi kalau bentuk sekolahnya seperti itu.

Sekolah Gerbong Kereta, Tomoe Gakuen namanya adalah sekolah yang didirikan oleh Sosaku Kobayashi dengan uang pribadinya. Sekolah yang sangat berbeda dengan sekolah-sekolah konvensional pada zaman itu. Anak-anak dibebaskan untuk belajar apa saja yang mereka inginkan, siangnya diisi dengan jalan-jalan ke taman, ada acara olahraga yang permainannya sungguh tidak biasa, ada kelas Euritmik di mana anak-anak bisa menari sekaligus belajar musik sesuka hati, ada juga acara makan siang dengan mengharuskan anak-anak membawa bekal 'makanan yang berasal dari laut' dan 'makanan yang berasal dari pegunungan'.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifWWZi-JSDC4QebRWYlaSPbBGU6Mz1pKz1a5pLcVt82wUD-1okJXwpBaecs2OmSuJmSc3DEwZvpSYH6B5aTmaMDBVM-GBttj17RsLdTvUCCePJFZ5E_zyr5lG-LMcN-r_NYo4JuK9fQopp/s1600/P_20161117_231004.jpg

Anak-anak yang dilabeli sebagai 'anak nakal' seperti Totto-chan tidak dianggap nakal di sekolah itu. Sosaku Kobayashi bersedia mendengarkan ocehan Totto-chan selama 4 jam penuh!
"Kau adalah anak yang benar-benar baik. Kau tahu, kan?"
Kalimat itu seringkali diucapkan Sosaku Kobayashi pada Totto-chan walau gadis kecil itu kerap kali membuat 'ulah'.

Sosaku Kobayashi meyakini bahwa alam merupakan guru yang paling baik. Beliau membiarkan anak-anak belajar untuk memerhatikan alam. Tidak perlu guru yang memiliki gelar Phd untuk bisa menjari anak-anak mengenai pertanian. Para petanilah yang mengajari anak-anak sesuai dengan pengalaman mereka.


Perjalanan Totto-chan yang singkat di sekolah itu membuatku tersenyum-senyum dan tertawa pada awal cerita lalu ikut merasakan pedih ketika kehidupan Tomoe Gakuen berakhir.

Sayang teramat sayang, karena umur sekolah itu hanya 8 tahun. Tomoe Gakuen terbakar habis ketika pesawat-pesawat Amerika beterbangan di atas Langit Jepang dan menjatuhkan bom di mana-mana.

Sosaku Kobayashi mendirikan sekolah yang diimpikannya yang memang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Anak-anak lebih perlu belajar untuk menjadi dirinya sendiri, memenuhi rasa ingin tahu mereka tanpa membawa-bawa label apa pun yang bisa merendahkan harga diri mereka. Sosaku Kobayashi juga mengajarkan anak-anak pada hal-hal penting diluar akademis yang lebih berguna untuk masa depan mereka.

Sosaku Kobayashi mengajarkan anak-anak untuk tidak sekadar melihat, tapi juga menyimak; tidak sekedar mendengar, tapi juga mendengarkan; tidak sekedar bermain, tapi juga menolong sesama teman.
Apa jadinya kalau anak-anak seperti Totto-chan tetap belajar di sekolah-sekolah konvensional yang secara tidak langsung mendoktrin anak-anak untuk menjadi pribadi seperti yang diingkan oleh para orang dewasa pada umumnya?

Hasil gambar untuk school nowadays
 www.pinterest.com
Sekolah-sekolah yang terpaku pada nilai akademis, mendorong anak-anak untuk berjiwa kompetitif namun tidak mengindahkan perlunya rasa toleransi yang rendah hati. Semua hal dinilai hanya berdasarkan pada angka yang tertoreh di atas kertas. Dikatakan murid pintar jika mendapat ranking di sekolah, sedangkan anak-anak yang tidak mendapat ranking dianggap sebagai anak bodoh dan pemalas, padahal masih banyak hal-hal lain diluar bidang akademis yang bisa menjadi bakat dari seorang anak. Ibaratnya seperti menyuruh katak untuk terbang, bukannya melompat.


Begitu menyesakkan saat aku membaca bahwa Tomoe Gakuen luluh lantak saaat perang, namun Sosaku Kobayashi malah berkata pada putranya, yang juga bernama Tomoe,
"Sekolah seperti apa lagi yang akan kita dirikan?"
Keteguhan hati seperti itu yang membuat luapan emosiku makin berkecamuk. Semakin pedih rasanya karena fakta bahwa Sosaku Kobayashi meninggal sebelum beliau sempat mendirikan kembali sekolah impiannya.

Sejak membaca buku Totto-chan, menikmati dedaunan yang tertiup angin sepoi-sepoi menjadi kebiasaanku setiap pagi, seperti kebiasaan Sosaku Kobayashi, Kepala Sekolah yang belum pernah kutemui.

Comments

Popular Posts