Confessions - Minato Kanae [BOOK REVIEW]
Lalu setelah ikut sesi meet and greet dengan Minato Kanae Sensei kemarin dan mendengar langsung ceritanya saat membuat sebuah karya, aku jadi kepingin baca Confessions lagi. Akhirnya aku beli buku versi Bahasa Indonesianya dan kebetulan aku dapat voucher juga dari Penerbit Haru & Patjarmerah jadi bisa beli buku itu dengan harga <30ribu dan sudah termasuk ongkir. Hepi loh saya.. XD XD
Lalu, jadinya buku Confessions ini tentang apa, Mei? Apa benar lebih meledak-ledak daripada karya Minato Kanae Sensei yang lain?
Confessions ini bercerita tentang pembalasan dendam seorang guru SMP, Moriguchi Yuko, pada dua anak didiknya yang menjadi pelaku dari pembunuhan anak perempuannya, Minami. Cerita dibuka dengan monolog Moriguchi Yuko yang berbicara di depan kelas, di depan anak-anak didiknya, dan mengatakan bahwa ia akan berhenti menjadi guru di SMP itu. Awalnya Moriguchi Yuko bercerita tentang susu yang wajib diminum oleh murid-murid karena SMP itu menjadi sekolah model pemerintah untuk mengetahui pengaruh susu pada tumbuh kembang remaja. Kemudian ceritanya beralih pada saat ia menjadi wali kelas di SMP itu lalu ia juga bercerita tentang alasan ia menjadi guru. Moriguchi Yuko juga bercerita tentang kasus yang menimpa Minami, anaknya, yang ditemukan tewas di kolam renang sekolah sebulan sebelumnya. Secara kasat mata, orang-orang pasti mengira bahwa itu adalah kecelakaan dan polisi yang mengusut kejadian itu pun menyimpulkan demikian. Tapi, Moriguchi Yuko menemukan beberapa hal yang mengganjal. Salah satunya adalah dompet bentuk karakter yang disukai anaknya yang tidak jadi dibelikan oleh Moriguchi Yuko saat Minami merengek-rengek di pusat perbelanjaan seminggu sebelum kejadian. Kemudian dia pun teringat pada seorang muridnya yang pernah membuat sebuah dompet penangkap maling yang menjadi pemenang dari kompetisi fisika. Akhirnya diketahui bahwa murid itu dan satu orang murid lainnyalah yang membunuh Minami. Dari bab pertama aja aku udah dibuat bergidik dengan kenyataan yang dipaparkan oleh Moriguchi Yuko di depan kelas. Tapi ternyata, itu hanyalah permulaan dari pembalasan dendam Moriguchi Yuko dan juga awal dari segala tragedi mengerikan yang menimpa dua murid pelaku pembunuhan itu.
Lalu awalnya aku bertanya-tanya dengan cerita tentang susu di awal bab, tapi ternyata selain memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada tumbuh kembang remaja, susu juga memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan jalan cerita. Susu yang ku pikir cuma cerita selingan di awal malah menjadi salah satu plot twist di akhir bab 1.
Setelah membaca bab pertama dari sudut pandang Moriguchi Yuko, cerita pada bab selanjutnya juga ditututurkan dari sudut pandang dua remaja pelaku pembunuhan dan juga beberapa tokoh lain yang terkait dengan si pelaku yaitu kakak dan ibu dari salah satu pelaku dan juga Mizuki yang menjadi ketua murid di kelas Moriguchi. Lalu sama seperti Penance, setiap bab dalam buku ini ditulis dari sudut pandang orang pertama dan aku seolah diajak untuk menyusun kronologi kasus berdasarkan cerita dari masing-masing tokoh dan aku suka sekali dengan gaya berceritanya Minato Kanae yang seperti ini karena aku juga diajak untuk "mendengarkan" pikiran dan perasan para tokohnya dan juga "melihat" serangkaian kejadian yang membuatku memahami kenapa para tokohnya bertingkah seperti itu. Apa kalian bisa membayangkan bagaimana kompleksnya pikiran anak remaja berusia 13 tahun? Diusia itu tuh rasanya seperti transisi dari anak-anak jadi remaja dan kayak orang yang baru pertama kali menapaki dunia gitu, kan. Semua hal terasa baru, semua hal mau dicoba, begini begitu begina. Lalu egonya mulai terbentuk, sifat labil dan keras kepalanya pun mulai terbentuk. Lalu, apa kalian bisa membayangkan bagaimana kompleksnya pikiran anak remaja pelaku pembunuhan yang berusia 13 tahun? Padahal aku sudah dibuat kaget setelah selesai membaca monolognya Moriguchi Yuko, tapi ternyata ada yang lebih mengagetkan lagi saat aku membaca monolog dua remaja itu. Maka aku setuju 1000% kalau buku ini tuh jauh lebih meledak-ledak dibanding Penance dan Ferris Wheel at Night. Kalau Penance tuh kayak diam-diam mencekam gitu, kalau Ferris Wheel at Night rasanya lebih "ringan" tapi after taste nya tetap gak enak X'D
Sudah ya, kalau kalian belum baca bukunya cukup baca sampai sini aja. Dari tadi aku gatel mau ngebahas lebih lanjut tapi takut spoiler XD XD
Mari masuk ke pembahasan pertama. Dari tadi aku bilang kalau buku ini tuh lebih meledak-ledak tapi bagian mana tepatnya yang meledak-ledak? Semuanya! Wkwkwk Bukan hanya plot twist yang bertebaran tapi karakter tokoh-tokohnya juga bikin aku mikir, "kok bisa sih ada orang kayak gini?" Aku dipaksa untuk melihat gimana sih perasaan seorang ibu yang kehilangan anak satu-satunya, anak yang sangat dia sayangi, anak yang merupakan "peninggalan" terakhir dari kekasihnya yang umurnya tak akan lama lagi. Rasa kehilangan yang teramat sangat itulah yang membuat Moriguchi Yuko menanggalkan semua rasa tanggung jawabnya sebagai guru ketika ia tahu bahwa anak didiknya lah yang membunuh putrinya dan lagi remaja-remaja itu juga "sakit". Manalah ada ibu yang rela anaknya dibunuh dengan alasan "sakit" seperti itu. Tapi lambat laun aku pun merasa Moriguchi ini "sakit" juga karena pembalasan dendamnya tuh gak main-main. Bener-bener mata dibalas mata gitu dengan cara yang kelewat ekstrem. Tapi mungkin itu adalah cara yang terpikirkan olehnya ya, orang yang kelakuannya "sakit" pun harus diberi pelajaran dengan cara yang "sakit" juga. Tapi tetap aku gak setuju dengan cara Moriguchi Yuko memanfaatkan Terada. Okelah si Terada itu nyebelin dan terkesan sok akrab gitu jadi wali kelas, apalagi dia juga clueless orangnya dan tipe orang yang mentah-mentah nelen kata-kata motivasi. Tapi ya sebatas itu aja nyebelinnya, jadi ngerasa kasian waktu dia dimanfaatkan untuk kepentingan balas dendamnya Moriguchi dan hasilnya malah terjadi kasus yang sama sekali tidak diinginkan. Siapa yang nyangka coba kalau kedatangan wali kelas yang terlihat seperti mengayomi anak didiknya itu malah menjadi bibit kasus pembunuhan baru yang gak kalah menggemparkannya dari pembunuhan Minami.
Setelah pembahasan dari sudut pandang Moriguchi, ceritanya berlanjut ke cerita Nao-kun yang dibeberkan dari sudut pandang kakak perempuannya yang merantau, buku harian ibunya, dan dari Nao-kun sendiri. Dan rasanya keluarganya Nao-kun ini nampak seperti gunung es. Permukaannya terlihat baik-baik aja, keluarga biasa-biasa aja, tapi begitu melihat bawahnya ternyata banyak sekali hal-hal yang dipendam oleh masing-masing orang, banyak sekali asumsi dan tekanan yang membuat sekian banyak konflik menanti untuk meledak. Menurut ibu dan kakaknya, Nao-kun adalah anak laki-laki yang baik dan berhati lemah, maka ibunya gak percaya saat Moriguchi bilang Nao-kun membunuh anaknya dan kakaknya pun tercengang karena Nao-kun bisa membunuh ibunya. Tapi kurasa spekulasi ibu dan kakaknya tentang Nao-kun berhati lemah ini tuh agak-agak rancu. Mungkin mereka menangkap bahwa Nao-kun ini anak baik yang mudah iba maka suka membantu orang, tapi yang ku tangkap Nao-kun ini adalah anak yang sensitif sekali, ia bisa dengan mudah menangkap raut wajah orang-orang di sekitarnya termasuk raut wajah kecewa ibunya. Ibunya selalu memuji Nao-kun di depan orang lain semata-mata untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sendiri karena ia bisa membesarkan anak dengan baik tapi di satu sisi ada raut kecewa saat ia berbicara tentang Nao-kun, kekecewaannya ia lontarkan di balik kata-kata pujiannya. Ibunya sebenarnya merasa Nao-kun ini kurang ini kurang itu. Nao-kun yang bisa menangkap maksudn ibunya pun berusaha mati-matian untuk menjadi lebih menonjol, sayangnya Nao-kun malah bertemu dengan Shuya yang seolah membangkitkan binatang buas yang sebelumnya tertidur. Sampai di titik tertentu, aku bisa merasa relate dengan Nao-kun. Aku juga lahir dengan sisi yang sensitif dan aku bisa paham bagaimana gak nyamannya jika punya "kemampuan" untuk melihat rasa kecewa orang lain terhadap diriku. Ada sisi diriku yang sempat merasa iba pada Nao-kun dan membuatku berandai-andai, mungkin kalau Nao-kun gak ketemu sama Shuya maka dia masih punya kesempatan untuk selamat. Tapi, begitu aku membaca cerita dari sudut pandang Nao-kun yang mengaku melempar Minami ke kolam renang agar ia menang dari Shuya, seketika itu pula rasa ibaku hilang tak bersisa. Nao-kun itu "sakit" tapi begitu dia mengeksekusi "kesakitan"nya itu dirinya ternyata gak bisa menahan derita yang terus-menerus menghantuinya dan akhirnya membuatnya jadi gila. Sungguhlah Minato Kanae tuh piawai sekali dalam "mengeluarkan" sisi tergelap manusia.
Cerita terakhir datang dari Shyua dan cerita dari sudut padang Shuya ini yang paling banyak membuatku terkejut. Shuya menuliskan kisah hidupnya lewat sebuah blog. Di sana ia bercerita tentang ibunya yang pintar tapi terpaksa menghempaskan kesempatan untuk belajar lagi karena ia punya Shuya, tapi kemudian ibunya melampiaskan rasa frustasinya pada Shuya. Di satu sisi Shuya adalah korban, sejak kecil ia terus disalahkan sampai ia sempat berpikir kalau dirinya gak lahir mungkin ibunya akan lebih bahagia dan akhirnya ia berjuang dalam sisi akademik karena ia pikir dengan begitu ia bisa menjadi kebanggaan ibunya. Tapi, ibunya malah pergi meninggalkannya lalu ayahnya pun menikah dengan wanita lain dan membangun keluarga kecil yang baru. Shuya pun seolah terlupakan. Mungkin akan lebih mudah diterima jika kemudian Shuya mencari perhatian lewat kenakalan-kenakalan remaja biasa. Tapi, sayangnya yang dilakukan Shuya ini tidak biasa. Ia malah berencana untuk membuat sesuatu yang menggemparkan yang membuat semua orang membicarakan dirinya dengan harapan ibunya akan sadar dan kembali kepada Shuya. Awalnya masih terlihat wajar, ia ikut olimpiade sains lalu menang lalu diwawancarai oleh media. Tapi, berita kemenangannya itu tertutup oleh kasus pembunuhan keluarga yang dilakukan oleh seorang anak perempuan. Dari situlah Shuya mendapat ide untuk membunuh anak Moriguchi. Cerita yang dituturkan Shuya ini membuatku bergidik karena tak kusangka bahwa rasa sakit dan juga mother complex yang dirasakan seorang remaja bisa membuatnya melakukan hal ekstrem. Tapi sama seperti Nao-kun, rasa ibaku pada Shuya pun lenyap seiring bertambahnya halaman yang kubaca. Kalau Nao-kun itu "sakit" tapi dia akhirnya dihantui oleh pikiran-pikirannya sendiri, Shuya ini kalau dikasih stimulus malah menjadi-jadi. Dia tuh kayak sosok villain di film superhero gitu yang makin lama tingkat kejahatannya makin ekstrem dan juga bisa-bisanya dia tetap merasa ibunya akan kembali setelah membunuh orang. Ckckck
Lalu, seolah belum puas membuatku terguncang, Minato Kanae menutup buku ini dengan sesuatu yang tidak bisa kuduga sebelumnya (atau sebenarnya bisa ketebak sedikit tapi aku terlalu masuk ke jalan cerita dan kaget-kaget mulu ya jadi gak kebaca endingnya gimana XD). Tapi, untuk kasus yang gila, endingnya pun gila. Rasanya setelah selesai membaca halaman terakhir aku pingin tepuk tangan sambil berdiri. Sekali lagi aku membenarkan pernyataan orang-orang yang bilang buku ini meledak-ledak (endingnya pun literally meledak XD). Secara keseluruhan, buku ini seolah bilang kalau kita kehilangan hal yang paling berharga dengan cara yang paling menyakitkan maka kita juga berpotensi kehilangan hati nurani kita. Ada seorang temanku yang bilang kalau membaca buku ini tuh rasanya miris dan aku setuju dengannya. Miris karena semua tokoh dalam buku ini hidupnya hancur semua dan para pembaca menjadi saksi dari kehancuran hidup mereka. Menarik banget sih buku ini tuh karena banyak hal yang bisa dibedah lebih jauh. Kalian harus baca!
P.S: Untuk review buku lainnya bisa kalian baca di sini.
Omejiii. Tadi pagi tuh buku ini ada di keranjang belanja gw yang mau gw beli dari PenerbitHaru wkwkw Niatnya sih beli Everything Everything yang lagi Flash Sale, terus nambahin ini karena reviewnya bagus-bagus. Eh tapi gw lebih pengen beli buku Holy Mother. Jadilah buku ini ga gw beli wkwkw Eh Mei-mei review… wah jadi penasaraaannnn
ReplyDeleteHoly Mother juga epic tuh, Pik! Sangar plot twistnya, recommended juga buku itu tp emang gak g review di blog sih krn buku2nya Minato Kanae lebih bisa diulik gitu tokoh2nya. Tp yg Confessions ini pun g sandingkan dengan si Holy Mother itu. Dua duanya mantap punya wkwkwk
Deleteitu kok bisa dapet harga mureh bener Mei??? Pengen juga bisa dapet seharga ituuu wkwkkw
DeleteSalah satu yang bikin gw ga jadi beli Confessions ini karena review pembeli yang bilang kalo ada halaman yang hilang gitu. Gw jadi serem buat beli. Masa baca halamannya kaga lengkap wkwkwk
G ada voucher 50rb, Pik. Jd lumayan banget harganya wkwkwk
DeleteOalah.. apes ya dia berarti. So far sih g jajan di Penerbit Haru gak pernah kenapa2, ya. Kalau kayak gitu sih bisa dikomplain aja ke penerbitnya, mereka terbuka kok buat retur buku yang gak bagus (ada keterangan cara returnya di setiap halaman belakang buku)
Wah gile... Lumayan banget kalo dapet voucher 50k!!!
DeleteOia, aku baru liat ternyata ada keterangan retur bukunya. Eh tapi itu selama persediaan masih ada 🙈
Iya, pik. Itu g dpt gara2 g ikut festivalnya Penerbit Haru trus ada yg reschedule, jd mereka kasih voucher sebagai kompensasi gitu.
DeleteKalau buku2 yg masih beredar di pasaran sih pastinya masih ada stok mereka. Kecuali yg emangnya gak dicetak ulang atau buku2 lama.