Wizard Bakery - Gu Byeong Mo [BOOK REVIEW]
Disclaimer: Penuh spoiler!
Sebenarnya aku sama sekali gak ada rencana untuk baca buku ini, apalagi buku ini baru saja diterbitkan oleh Gramedia tanggal 15 Desember lalu. Untuk buku yang baru terbit, biasanya aku menunggu review dari banyak orang dulu dan setelah yakin barulah aku ikut membaca bukunya. Rating yang ada di goodreads cukup bagus sih, 4.06, tapi review buku ini sebagian besar ditulis dengan bahasa yang tidak ku mengerti. Jadi entah apa yang mendorongku untuk akhirnya membaca buku ini ketika muncul di gramedia digital, tapi memang ya hal yang tidak direncanakan seringkali membawaku pada sesuatu yang tidak ku sangka, salah satunya buku ini.
Wizard Bakery bercerita tentang seorang anak laki-laki berumur 16 tahun yang tinggal di keluarga yang jauh dari kata harmonis. Saat berumur 6 tahun, ia pernah ditinggal ibunya di stasiun dan baru bisa pulang ke rumah setelah seminggu. Tak berapa lama, ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi dengan seorang yang dipanggilnya Guru Bae, karena ia adalah seorang guru SD, yang memiliki anak perempuan bernama Mu Hee. Momen si anak laki-laki menganggap Guru Bae adalah ibunya hanya bertahan sekejap mata karena Guru Bae bersikap layaknya ibu tiri jahat yang selalu muncul dalam buku cerita anak yang membuat si anak laki-laki semakin tidak memiliki tempat di rumahnya sendiri. Ketiadaan sosok ayah, karena ayahnya terlalu sibuk dan terlalu tidak peduli pada anaknya, pun menambah kesengsaraan hidup si anak laki-laki. Sampai puncak kesengsaraannya terjadi pada hari ia dituduh melecehkan adik tirinya. Si anak laki-laki pun memutuskan untuk kabur sebelum hidupnya semakin kacau. Ia masuk ke sebuah toko roti yang dikunjunginya 2 hari sekali, semata-mata agar dia tidak perlu makan malam dengan ibu tirinya, dan meminta si Tukang Roti menyembunyikan dirinya.
Aku sempat mengira bahwa toko roti yang bernama Wizard Bakery itu hanya toko roti biasa yang buka 24 jam dengan pembuat roti yang eksentrik karena setiap kali si anak laki-laki membeli roti ia selalu mengatakan bahwa roti-roti tersebut dibuat dari bahan-bahan aneh, hati bayi yang dikeringkan misalnya, dan kotoran burung robin. Iuh! Tapi nyatanya, bersama si anak laki-laki, aku diajak menyaksikan keanehan dan keajaiban yang menguar dari toko roti, si Tukang Roti tentu saja, dan juga asistennya, Burung Biru.
Karena diceritakan dari sudut pandang orang pertama, yaitu si anak laki-laki sendiri (yang sepertinya tidak pernah disebutkan namanya) aku bisa dengan jelas "melihat" segala hal yang terjadi di toko roti itu selama si Tukang Roti mengizinkan tokonya menjadi "rumah aman" sementara bagi si anak laki-laki. Wizard Bakery beroperasi secara offline dan online. Saat masuk ke toko tersebut, para pelanggan bisa memesan segala macam roti "biasa" dan setelah itu menjalani kehidupan mereka yang "biasa". Tapi, roti-roti yang dijual secara online adalah roti-roti yang mengandung sihir yang dibuat sesuai dengan pesanan. Kalau kalian ketemu toko roti yang menjual roti-roti penuh sihir seperti itu apa
kalian tertarik beli? Mau Puding Kustar Pikiran yang bisa menambah
konsentrasi dan membuang kesialan, Scone Kismis Perdamaian yang bisa
membuat kita berbaikan dengan orang lain jika sedang ada masalah,
Madeleine Nanas Patah Hati yang bikin cepat move on, atau Sable Chocolat
"Tidak, Terima Kasih" yang ampuh kalau mau mengusir orang? Oh, atau Doppelganger Financier yang bisa bikin kita punya kloning, jadi kalau lagi males ngantor kita bisa leha-leha di rumah biar kloningnya yang kerja. Sounds legit ya yang terakhir ðŸ¤ðŸ¤£ Yang paling menjadi best seller adalah Biskuit Kayu Manis yang berisi informasi, "Pokoknya, berikan kepada orang yang tidak Anda sukai. Kapasitas mental orang itu akan kacau selama kurang lebih dua jam dan akan melakukan kesalahan dalam setiap tindakannya". Rupanya banyak orang-orang yang mau berbuat jahat dengan cara yang "manis".
Tapi semua roti yang dijual di sana tidak dijual secara cuma-cuma. Bukan hanya harus membayar (tentu saja!) si pembeli juga harus paham bahwa setiap roti yang mereka pilih tidak hanya memberikan kepuasan yang mereka cari tapi juga sepaket dengan konsekuensi yang datang menghantui. Seperti jika kamu memakan Madeleine Nanas Patah Hati, kamu bukan hanya bisa cepat move on dari mantan dan bisa mendapat kekasih baru sekejap mata tapi hubungan yang terjalin akan terasa hambar. Si Tukang Roti selalu mencantumkan deskripsi yang berisi informasi produk, cara pemakaian, dan efek samping dari produk yang ia jual di website. Di baris terakhir setiap detail produk, si Tukang Roti mencantumkan peringatan, "Perubahan yang terjadi akibat keinginan Anda, baik yang bersifat positif maupun negatid, memengaruhi aturan dunia fisik dan nonfisik. Jadi, harap diingat bahwa apabila Anda mempraktikan sihir, energinya bisa berubah menjadi bumerang dan berbalik menyerang Anda." Ada juga persyaratan, "Semua mantra diucapkan dengan pemahaman bahwa pengaruhnya bisa berbalik kepada Anda. Hanya orang-orang yang bersedia bertanggung jawab atas tindakan merekalah yang boleh membeli." Tapi meski demikian, banyak pembeli yang terkesan abai pada peringatan dan persyaratan itu. "Aku tidak tahu kalau konsekuensinya akan seberat itu", "Kenapa jadi begini? Bukan ini yang ku harapkan!", dan komentar-komentar lain bernada serupa yang dituliskan oleh pembeli-pembeli yang merasa tidak puas atau terkejut dengan efek samping yang dihasilkan. Dari sini saja sudah bisa dilihat bahwa orang-orang yang memiliki niat berbuat jahat jelas tidak punya niat untuk menghadapi konsekuensi dari perbuatan jahat mereka.
"Emosi yang membara tidak terlihat oleh mata dan bisa melambung tinggi seperti balon berisi hidrogen. Persamaan antara emosi dan balon adalah mereka meledak di tempat yang tak terlihat. Dibandingkan dengan itu, kenyataan terasa gersang dan suram. Bagaikan ayunan atau bola. Setinggi apa pun ayunan berayun dan setinggi apa pun bola dilempar, mereka tetap akan terlihat dan akan selalu turun lagi, tidak mampu melawan daya tarik bumi."
Dari bagian itu, aku menarik kesimpulan bahwa emosi yang kita punya itu seringkali bertolak belakang dengan kenyataan. Ketika emosi melambung terlalu tinggi tapi kenyataan meminta kita untuk berpijak, di situ selalu muncul ketidakpuasan yang jika dibiarkan akan membuat kita terjebak pada lingkaran setan yang menyesakkan. Di buku ini, banyak sekali ditampilkan orang-orang yang terjebak pada lingkaran setan itu. Aku suka dengan si Tukang Roti karena dibalik sikapnya yang ketus dan mulutnya yang seringkali blak-blakan ia paham sekali bahwa jika manusia meminta bantuan pada sihir dengan cara yang tidak bijak hal itu hanya akan membuat mereka semakin terjebak dalam lingkaran setan.
"Apa yang bisa diubah oleh manusia yang menolak masa sekarang apabila mendapat sedikit bantuan?"
Selain itu, di sela-sela "pelarian" si anak laki-laki di toko roti magis itu, aku juga diajak "melihat" masa kecil si anak laki-laki yang seperti tidak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya. Hari di mana ia ditinggalkan ibunya di stasiun adalah hari yang sangat traumatis baginya. Ia baru bisa pulang ke rumah setelah seminggu, setelah ia dilarikan ke rumah sakit dan setelah polisi mengubek-ngubek data keluarga di Seoul karena sama sekali tidak ada yang melaporkan anak hilang. Masa kecil si anak laki-laki jelas bukanlah masa kecil yang bahagia, tapi aku cukup kagum dengan si anak laki-laki yang masih bisa mempertahankan sisi baik dirinya walau keluarganya memperlakukannya dengan semena-mena 🥺🥺
Membaca buku ini tuh candu sekali rasanya. Aku seperti diajak naik roller
coaster perasaan. Di bab sebelumnya muncul perasaan yang bikin penasaran;
lalu di bab selanjutnya perasaanku diaduk-aduk sedemikian rupa dengan perih,
pedih, marah; di bab selanjutnya lagi muncul perasaan unik yang
menggelitik. Buku ini juga menarik karena menyajikan ending yang berupa kemungkinan, yang membuat aku sebagai pembaca yang menilai sendiri mana akhir yang paling baik untuk si anak laki-laki. Tentu saja aku memilih ending yang terakhir di mana si anak laki-laki akhirnya tidak memakan Time Rewinder, belajar untuk menjalani hidup layaknya manusia normal sambil menyimpan kenangannya bersama si Tukang Roti dan juga Burung Biru dalam relung hatinya yang paling dalam.
Banyak sekali kata yang berkecamuk dalam otakku sementara hatiku berusaha merangkul hangat yang menjalar sesaat setelah aku tiba pada tanda titik terakhir. Buku ini bukan buku yang penuh dengan pesan tersirat, bukan juga buku tentang tokoh utama yang menjadi pahlawan untuk hidupnya sendiri. Buku ini berisi tentang kemungkinan-kemungkinan yang kita ambil dalam hidup, tentang segala konsekuensi dari kemungkinan-kemungkinan itu, dan bagaimana kita bisa tumbuh menjadi sosok manusia yang bisa bertanggung jawab atas konsekuensi dari pilihan yang kita ambil. Pulang ke rumah, berjalan menuju kesembuhan, dan bertahan pun adalah beberapa pilihan bijak yang bisa hdir dalam hidup kalau kita cukup berani berpijak pada kenyataan. Dan melalui buku, sekali lagi aku diajak untuk "menemui" orang-orang yang belum pernah kutemui di dunia nyata dan juga "mengintip" kehidupan lain yang belum pernah ku rasakan di dunia nyata. Pokoknya aku suka sekali dengan buku ini!
"Kita mungkin terluka, kita mungkin tidak punya tempat tujuan, kita mungkin berselisih dengan orang lain. Banyak orang yang bertahan mengabaikan tata bahasa perkembangan yang lebih daripada sekadar pulang ke rumah, perbaikan, kesembuhan, dan rekonsiliasi masa depan." Gu Byeong Mo
p.s. kurasa buku ini perlu dikasih trigger warning karena ada beberapa bagian yang menceritakan kekerasan secara eksplisit
Comments
Post a Comment