Just Thinking About (Someone's) Life
Semua orang yang mengenalku akan bilang kalau aku ini terlalu memikirkan orang lain. Semua orang. Baik orang-orang terdekatku atau orang yang belum lama aku kenal. Sampai aku berpikir-pikir, "sejelas itu kah aktivitasku memikirkan orang lain?" Hmm Mamaku dan adikku bahkan bilang aku terlalu baik karena aku mau membuang-buang waktu, energi, dan memori otakku untuk memikirkan orang lain yang terlihat mendapat masalah, although the fact is that people don't really need my help or I can't do anything about their problem.
I know that in a certain level, being kind in an altruistic way is useless. It won't help anyone if I just overthink some people's problem without any on point solution. But, actually it's not my job tho to thinking about someone's problem.
Tapi, kalau ditanya kenapa, mungkin jawabannya selain karena aku ingin merasa berguna bagi orang lain dengan cara membantu menyelamatkan masalah mereka adalah karena aku lebih suka memikirkan orang lain dari pada memikirkan hal-hal terkait dengan diriku sendiri. Simply because I see myself is full of bloodless wounds that never heal. Or may be not yet heal.
Berpikir tentang diriku sendiri hanya akan membuatku membuka kembali luka yang terkubur rapat di dalam lubang yang seringkali ku abaikan. And it's kind of annoying when I start to think about myself and then some unpleasant memories come arbitrarily, gives me a touch of heartache that I don't want to feel anymore, gives me a headache because the negative vibes mobbed me, and also often make me cry out of blue.
Aku tidak tahu pasti bagaimana mekanisme otakku bekerja. Tapi, aku selalu membayangkan di dalam otakku ada "makhluk-makhluk" seperti yang dimiliki Riley dalam film Inside Out. Ada Joy, Fear, Sadness, Anger, Disgust, dan lain-lain. Tapi, aku tidak tahu siapa yang bertanggung jawab untuk memutar segala memori tidak menyenangkan saat aku memikirkan tentang diriku sendiri. Dalam saat-saat tertentu aku bahkan sampai berpikir, "tidak adakah memori menyenangkan yang bisa diputar ulang?" Semua hal tentang diriku selalu bermuara pada rasa sakit dan hal-hal yang ku rasakan sebagai luka yang tak mau hilang.
Sama halnya ketika aku berandai-andai tentang masa depanku. Semakin hari semua visi misi dan harapanku seolah tertarik masuk ke dalam lubang hitam tak kasat mata, sampai hilang dan hanya menyisakan kehampaan yang menyesakkan. Kembali meninggalkanku mengawang-awang dalam ketidaktahuan yang ku benci.
Dulu, DULU, dulu yang rasanya sudah lama sekali, aku bisa dengan senang hati merenungkan tentang hidupku yang sebenarnya biasa-biasa saja. Dengan secangkir kopi biasanya. Beberapa diantara pemikiran benang kusutku ku urai dalam bentuk tulisan yang sekiranya bisa dipahami. Beberapa aku tuliskan di blog tentu saja. Tapi beberapa waktu yang lalu, aku sempat merasa bahwa tulisan-tulisan yang terkesan visioner itu hanyalah tulisan kosong tanpa eksekusi. Walau tulisan-tulisanku itu jelas berguna sebagai tangan yang bisa menarikku keluar saat aku terperosok terlalu dalam di antara rasa sakitku.
So, yeah, I just prefer to spend my time thinking about someone's life rather than thinking about mine.
At least until I find the perfect way to heal myself from those annoying bloodless wounds and push myself to avoid that silent black hole.
Comments
Post a Comment