Just Another Deep Thought
Bertahun-tahun yang lalu, saat aku membaca The Fault in Our Stars untuk pertama kali (umurku sekitar 20 tahun) aku mengagumi Augustus Waters karena kata-katanya yang menawan dan lembut disaat yang bersamaan. 6 tahun kemudian saat aku membaca ulang buku ini, aku kembali mengagumi Augustus Waters, karena dia memiliki pemikiran bahwa satu-satunya kehidupan yang bermakna adalah jika kita hidup untuk sesuatu atau mati untuk sesuatu. Aku setuju dengan perkataannya, harga mutlak, walau aku tahu bahwa perkataan itu jelas tidak berlaku untuk semua orang hidup.
pinterest.com
Tapi, pemikiran itu adalah pemikiran yang selama bertahun-tahun ini aku usahakan. Hidup untuk sesuatu, atau mati untuk sesuatu. Setidaknya aku akan merasa bahwa hidupku berguna jika aku melakukan sesuatu yang benar. Hidupku bukan apa-apa jika aku tidak bisa memberikan sesuatu untuk diriku atau untuk orang lain, atau melakukan sesuatu yang bisa menjadi imageku saat orang lain mengenangku.
Aku jadi ingat salah satu kalimat dari buku Wonder yang ditulis oleh R. J. Palacio, "Your deeds are your monuments." Kalimat ini diambil dari kalimat yang terukir dalam kuburan orang Mesir. Saat gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan image yang akan dijadikan sebagai pengingat oleh orang-orang hidup.
Maaf kalau aku terkesan "menyerang" beberapa orang yang mungkin mempunyai motto kalau hidup itu harus let it flow. Aku hanya sedang memikirkan diriku sendiri yang hampir menjadi mayat hidup karena mengawang-awang dalam ketidaktahuan harus melakukan sesuatu semacam apa dan terluntang lantung dalam ketidakpastian akan jalan mana yang harus aku tuju.
Tapi, yah, ku rasa buku yang bagus itu adalah buku yang bisa membuat kita menemukan sesuatu yang baru, entah sudut pandang baru atau pencerahan baru, setiap kali kita membaca ulang buku itu.
Anyway, baik dulu maupun sekarang, aku sama-sama mengagumi sosok Augustus Waters yang digambarkan sebagai cowok menawan dan memiliki senyum miring yang seksi. Walau keningku sempat mengernyit dalam sekali, membayangkan sosok cowok menawan dengan senyum miring yang seksi itu bagaimana. Lalu, ketika filmnya dirilis tahun 2014 (kalau gak salah), Ansel Elgort menunjukkan padaku bahwa cowok menawan dengan senyum miring yang seksi itu nyata adanya. 🤣🤣
Comments
Post a Comment