Obrolan Hangat Dalam Rengkuhan Hujan
Langit sedang bergemuruh di luar sana, hujan deras mengguyur Bumi disertai dengan kilat dan petir yang silih berganti. Banyak orang terjebak di luar rumah sambil ketakutan dan ngeri menyaksikan peristiwa alam itu sambil memikirkan, "bagaimana mereka nanti pulang?", "apa kabar jemuran di rumah?", "apakah nanti malam akan banjir lagi?" Dan pemikiran-pemikiran lain yang disertai dengan kecemasan serupa.
Seorang gadis yang cukup beruntung karena saat itu ia berada di dalam rumah yang hangat menatap keluar jendela yang berada dekat pintu masuk, memerhatikan air hujan yang mengucur deras, menyaksikan angin kencang yang berusaha membuat pepohonan tumbang, dan mendengarkan gemuruh petir yang membuat banyak hati manusia terkaget-kaget.
"Kamu ngapain di sana? Gak takut sama petirnya?" tanya seorang laki-laki yang melongok dari dapur, tangannya tengah sibuk menyiapkan dua cangkir coklat panas untuk dirinya dan untuk kekasihnya yang sedang asik menontoni hujan.
Bukannya menjawab pertanyaan kekasihnya, gadis itu malah berdecak. Masih sambil mengamati peristiwa alam yang terjadi di luar sana, imajinasinya mulai aktif. "Pangeran Langit pasti berulah lagi, deh." Mendengar celetukan gadisnya, Nayla, Bara tersenyum simpul sambil menerka-nerka kalimat selanjutnya.
"Pangeran Langit pasti berulah lagi di atas sana, sampai-sampai Dewa Langit murka dan memporak-porandakan istana dengan tongkat petirnya dan imbasnya ke Bumi," lanjut Nayla lagi dengan nada kesal. Mendengar gerutuan kekasihnya, Bara malah tertawa geli.
"Dewa Langit itu Zeus, lalu Pangeran Langit itu Thor?" tanya Bara sambil membawa dua cangkir coklat panas yang sudah jadi ke ruang tamu. Nayla pun mengikuti Bara dan duduk di sebelahnya.
"Beda, dong. Zeus itu mitologi Yunani, Thor itu dari mitologi Nordik. Istana mereka pasti beda," protes Nayla.
"Oh, aku pikir Thor itu dari mitologi Marvel." Celetukan Bara langsung mendapat cubitan kecil dari Nayla.
"Aduh, sakit, dong," katanya dengan raut wajah kesakitan yang dibuat-buat.
"Pangeran Langit itu memangnya anak nakal?" tanya Bara lagi, menyambung cerita Nayla sebelumnya.
Nayla mengangguk seraya menyesap coklat panas yang dibuatkan kekasihnya. "Dia itu pemuda tampan yang suka bikin ayahnya kesal setengah mati karena tingkahnya seperti anak kecil. Padahal dia adalah penerus Kerajaan Langit."
"Kasihan, ayahnya pasti darah tinggi marah-marah terus."
"Tapi, walau begitu Pangeran Langit sebenarnya orang baik. Dia hanya berulah semata-mata karena haus perhatian ayahnya yang terlalu sibuk mengurus kerajaan."
"Pangeran Langit perlu belajar bagaimana caranya bersikap dewasa. Daripada berulah untuk mencari perhatian kenapa dia tidak membantu ayahnya menjalankan tugas kerajaannya. Apa perlu aku ajari?" tanya Bara sambil terkekeh, Nayla pun ikut tertawa mendengar celotehan Bara yang terkesan sok pintar itu.
Lalu keheningan pun menyapa mereka sesaat. Keheningan yang terasa nyaman karena mereka berada bersama orang yang mereka sayangi dan cokelat panas yang menemani, terlepas dari suara hujan dan petir yang masih bergemuruh di luar sana.
"Apa kamu gak terganggu dengan celotehanku yang gak masuk akal?" tanya Nayla tiba-tiba.
Bara menoleh ke arah kekasihnya dengan dahi mengernyit yang seolah megatakan, "apa maksudmu?"
"Adikku selalu bilang aku gila karena omonganku gak masuk akal dan teman-temanku banyak yang menganggapku aneh karena suka berimajinasi gak jelas. Apa kamu gak merasa terganggu dengan kegilaan dan keanehanku?"
Sejenak Bara pura-pura berpikir dengan dahi yang mengernyit tapi akhirnya dia menyerah karena tidak tahan melihat ekspresi harap-harap cemas dari gadis yang duduk di sampingnya. Bara menggeleng, "kenapa harus terganggu pada kegilaan dan keanehan saat aku gak merasa kalau kamu gila atau aneh?" Kali ini gantian kening Nayla yang berkerut.
"Kamu malah mengingatkanku pada ibuku," kata Bara seraya tersenyum. Tatapan matanya menghangat.
"Waktu kecil ibuku selalu membacakanku buku sebelum tidur dan selalu menjelaskan segala sesuatu dengan cara berdongeng, masa-masa yang sangat menyenangkan buatku karena saat ibuku bercerita dia terlihat seperti orang yang paling bahagia di muka Bumi ini," cerita Bara. Pikirannya langsung memutar masa lalu, saat dimana ibunya sering berdongeng dan membuat pertunjukan teater kecil dengan boneka-boneka yang ia punya.
"Jadi kamu gak pernah menganggap aku aneh atau gila?" tanya Nayla lagi.
"Kalau kamu melakukan sesuatu yang berbeda dengan orang kebanyakan, bukan berarti kamu aneh atau gila. Tandanya kamu punya sesuatu yang unik dan bisa melihat suatu hal dengan kacamata yang berbeda," jelas Bara sambil menatap Nayla lekat-lekat.
"Lagipula ada satu hal yang aku yakini," tambahnya lagi.
"Apa?" tanya Nayla penasaran.
"Ku rasa ibuku mengirimkan kamu dari surga, agar aku selalu teringat padanya."
Nayla yang biasanya tak bisa berhenti berceloteh kini diam seribu bahasa. Menatap kedua mata Bara yang penuh kehangatan. Seulas senyum pun mulai merekah di wajah gadis itu.
"Akan aku sampaikan rindumu kalau aku kembali ke surga nanti. Aku janji."
Comments
Post a Comment