Mari Enggan Berkata Susah
Dulu, waktu semasa sekolah, waktu aku masih pakai putih-biru dan putih-abu, aku mendaulat diriku sebagai salah satu orang paling pesimis di dunia. Kata favoritku adalah 'susah'. Kalau aku harus mengerjakan PR dari pelajaran yang aku gak suka, aku akan menjadikan kata 'susah' sebagai tamengku. Aku paling gak suka dengan pelajaran Fisika, jadi saat ada PR aku akan langsung bilang susah, tanpa ba bi bu be bo, tanpa mencoba mengerjakan barang satu soal saja. Kalau ada ulangan atau ujian semester Fisika, aku paling enggan untuk belajar, untuk buka buku pun rasanya tanganku berat sekali, karena aku selalu berpikir kalau Fisika itu susah. Tapi, jadinya ya aku amazed juga sih aku masih bisa lulus, ya. Hmm Sampai aku kuliah aku masih bersikap seperti itu, sampai tahun-tahun awal aku bekerja pun aku masih bergelayut pada kata 'susah'.
Sampai suatu kali, bos ku memberiku sebuah project. Gak aku tolak, ya jelas toh aku pun gak ada pilihan untuk menolak, kan. Maka, aku kerjakan saja sebisaku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk do my best. Selama project berjalan, aku berusaha untuk gak ngeluh dan bilang 'susah'. Walau aku berhadapan dengan selisih miliaran bahkan triliunan, aku berusahan untuk gak bilang 'susah'. Walau kepalaku cenat cenut karena lembur terus pun aku berusaha untuk gak sekali-sekali bilang 'susah'. Untuk pertama kalinya, I challenged myself. Dan begitu project nya selesai, rasa senangnya itu berlipat-lipat karena aku tahu kalau aku sudah do my best dan berhasil gak bilang 'susah'. Barangkali rasa senangnya seperti menang lotre (yah, walau aku gak pernah menang lotre sebelumnya, sih). Lalu si bos bilang, "I trust you," kalimat sederhana yang seolah menyentilku sampai mental.
Benakku langsung berkata, "See, orang lain saja bisa percaya sama kamu, masa kamu gak bisa percaya sama dirimu sendiri?"
Lalu, aku berpikir bahwa aku sudah berlaku gak adil selama ini. Berlaku gak adil sama siapa? Berlaku gak adil sama diriku sendiri. Karena dengan terus-terusan berkata 'susah' aku sudah menyepelekan diriku sendiri. Aku gak mengizinkan diriku sendiri untuk mencoba hal baru yang memang aku belum pernah coba sebelumnya. Tapi, kalau dipikir-pikir juga ya, kebanyakan hal yang ku anggap susah itu adalah hal-hal yang belum pernah ku coba sebelumnya. Lucu sih jadinya kalau belum pernah coba, belum tahu hal itu isinya apa tapi aku sudah menjudge susah. Hmm
Beberapa waktu belakangan ini, aku sedang mengkhususkan waktu untuk ikutan kursus online di Coursera. Kursus online yang memuat berbagai hal yang ingin kita pelajari yang diprovide oleh universitas-universitas yang cukup top di bidangnya. Ceritanya aku sedang berusaha untuk menjadi lebih produktif saat main hp, gak melulu buka Instagram atau aplikasi-aplikasi unfaedah lainnya.
Nah, suatu ketika saat aku sedang mengisi sesi belajarku, ada suatu bahasan mengenai critical reading. Aku dan lecture online ku membahas suatu artikel. Di dalam artikel itu ada tulisan yang berbunyi 'Screwing up is okay. Making mistake is okay'. Bahasan yang mengingatkanku kalau aku ini manusia, jadi kalau aku berbuat salah itu wajar-wajar saja, manusiawi kan namanya. Making mistakes is okay, justru dari mistakes itu aku bisa belajar jadi lebih baik lagi, kan.
Hal lain yang ku sadari selanjutnya adalah, aku selalu bersembunyi dalam kata 'susah' karena aku takut berbuat salah. Aku seolah menyanggah fakta yang mengatakan bahwa aku ini manusia yang wajar saja berbuat salah, wajar saja terjatuh ke lubang. Yang terpenting adalah aku bisa belajar sesuatu saat aku jatuh ke lubang, aku belajar untuk mengeksplor langkah yang lain agar aku gak jatuh ke lubang yang sama, aku belajar untuk menelaah masalah sampau akhirnya aku menemukan solusi yang ngena banget.
It's takes time, it's always takes time.Segala sesuatu memang gak ada yang instan, kan. Bahkan bikin mie instan pun perlu waktu, gak cuma menjentikan jari lalu jadi mie instan dengan kuah mengepul-ngepul lengkap dengan telur, kornet, dan sawi kan. Gak gitu cara main kita sebagai manusia. Maka dari itu kan ada kalimat yang mengatakan bahwa 'practice makes perfect'. Iya, aku perlu belajar berkali-kali saat membuat mie instan sampai mie ku itu layak makan. (Ya, maaf saja sih bakatku ini makan bukan masak. #eeh).
Lalu, aku juga menemukan pertanyaan dalam sesi belajarku di Coursera, dari artikel yang aku baca:
"How do you get good at something when making a mistakes has a decent chance of killing you?"Mengingat pertanyaan itu, aku pikir aku harus membuat tameng untuk diriku sendiri. Tamen untuk melindungi diri kalau-kalau pikiran 'susah' datang menghantui, apalagi kalau ternyata sudah ku coba dan aku jatuh ke lubang berkali-kali, entah jatuhnya ke lubang yang sama atau jatuh ke lubang yang berbeda.
Maka, setelah aku belajar untuk gak lagi-lagi menyepelekan diriku dengan berkata 'susah', selanjutnya aku belajar untuk lebih percaya pada diriku sendiri. Sejauh apa pun jalan yang membentang di hadapanku atau sebanyak apa pun halangan rintangan yang akan datang, sebuah suara dalam diriku akan mengingatkan "Keep going!! Keep going!! It's always to early to give up!!" seperti seorang coach yang gak pernah lelah melatih muridnya sapai menjadi atlit yang handal. Reminder seperti ini barangkali bisa menjadi tamengku.
Dan lagi aku juga sebenarnya penasaran, sampai jauh mana aku bisa berjalan kalau aku do my best. Aku gak tahu kalau ternyata menchallenge diriku sendiri itu bisa bikin ketagihan seperti ini. Ahahaha
wiiih keren amat ga belajar sama sekali tapi tetep bagus nilainyaaa!!
ReplyDeleteBTW kok keren banget ada belajar online gitu
itu gratis? #anaknya gratisan Hahahaha
Bisa diakses gratis Pik, dan ada banyak banget subject nya bisa pilih sesuka hati tanpa perlu sejalan sama background kuliah dulu. Tapi, kalau gratis ya gak semua assignement nya bisa diakses sih. Kalau mau semuanya harus bayar, jadi sistemnya kayak kursus gitu selama beberapa weeks nanti dapat sertifikat. Lumayan lah kalau sekiranya ngerasa sibuk tapi mau kuliah kan.
Delete