Please Breath Before You React
Tempo hari moodku sedang berantakan parah dan pikiranku sedang kusut. Lebih berantakan daripada kapal pecah, lebih kusut daripada gambar garis yang dibuat anak TK. Selama di kantor, aku berusaha untuk mencari tawa supaya merasa lebih baik, tapi rasanya hal itu tidak terlalu berpengaruh signifikan.
Selama perjalanan pulang, aku mendengarkan lagu untuk mendistraksi pikiran. Lalu, aku mampir ke Indomaret. Aku memilih barang yang mau kubeli dengan headset masih terpasang di telingaku. Sampai di kasir, aku melepas sebelah headsetku agar suara petugas kasirnya terdengar. Lalu, detik-detik berlalu, menit-menit berlalu. Rasanya aku menunggu proses penginputan barang sampai sang petugas kasir menyebutkan nominal yang perlu ku bayar itu lama sekali.
Karena mood swing ku belum juga reda rasanya emosiku kian membuncah, jari-jari tanganku mulai mengetuk-ngetuk meja kasir dengan tidak sabar. Ditambah lagi petugas kasirnya kikuk dan suaranya pelan sekali membuatku geregetan dan ingin menumpahkan semua omelan saat itu juga. Tapi, tepat sedetik sebelum aku mencak-mencak, playlistku memutar lagu Try Try Try nya Jason Mraz.
If we just try try try
Just to be ni-ni-nice
Then the world would be a better place for you and I
If we just live our lives
Putting our differences aside
Oh that would be so beautiful to me
Just to be ni-ni-nice
Then the world would be a better place for you and I
If we just live our lives
Putting our differences aside
Oh that would be so beautiful to me
Emosiku langsung surut detik itu juga dan aku jadi merasa sedikit jahat sekaligus terselamatkan. Karena jika playlist laguku gak muter lagu itu, bisa jadi petugas kasirnya beneran ku omelin, omelan yang semata-mata adalah pelampiasan dari kekesalan yang sudah terakumulasi dari siang hari. Gak fair rasanya kalau orang lain yang hanya melakukan hal sepele dimarahi habis-habisan hanya karena aku sedang kesal, kan?
Tempo hari, temanku ditelepon oleh pihak yang menawarkan asuransi. Temanku itu menolak karena belum membutuhkan asuransi yang ditawarkan.
"Untuk saat ini saya belum tertarik, Mba. Gak apa-apa, mba gak perlu jelasin daripada mba buang-buang waktu mba tapi sayanya gak mau kan kasian di mba nya." Begitulah kira-kira kata temanku dengan nada bicara sehalus mungkin.
Setelah percakapan telepon terputus, temanku yang lain bertanya kenapa dia harus menjelaskan sedemikian rupa padahal kan bisa saja langsung bilang gak minat lalu matiin teleponnya. Tapi, temanku itu menjawab (kurang lebih) begini, "Jangan begitu, dia kerja, aku juga kerja. Kita sama-sama kerja nyari uang."
Cerita tentang temanku yang ditawari asuransi itu juga menjadi salah satu peredam emosiku. Aku bekerja, petugas kasirnya pun bekerja. Sama-sama manusia pencari uang, tidak ada yang superior, jadi aku gak punya alasan untuk memaki sang petugas kasir itu, kan.
Waktu zaman sekolah, terutama zamannya masih pakai putih biru dan putih abu, aku termasuk ke dalam spesies manusia yang agak susah menjaga mulut. Saat itu, keahlian terpendamku adalah mengumpat dan memaki. Tiada hari tanpa kata kasar terucap dari mulutku. "Dasar gajah bego", "tolol loe onta" begitulah.
Sampai suatu ketika, ada orang lain yang mengatakan hal itu kepadaku dan aku marah. Hei, lucu kan. Aku mau ngata-ngatain orang tapi saat dikatain balik malah merasa tercukiti.
Maka, sejak itu aku memutuskan untuk pasang rem. Aku berjanji untuk diriku sendiri untuk benar-benar tidak lagi berkata kasar. Karena kalau aku merasa sakit hati saat dikatai bego, orang yang ku katai bego pun pasti merasakan hal yang sama, kan?
Ada juga cerita temanku yang suka ngomel-ngomel kalau sedang nyetir mobil dan kena macet. Semua kalimat kebun binatang bisa saja keluar dari mulutnya. Suatu ketika aku pernah ngomel karena temanku itu ngomel-ngomel, lalu dia beralasan begini, "kan amarah itu lebih baik dikeluarkan daripada dipendam dongkol sendiri." Salah satu pembenaran diri yang egois.
http://www.consumerpsyche.com
Dear Self,
Sometimes, you think you have a bad day and want to scold some people to make yourself better (some says kalau amarah jangan dipendam, ya). May be you can feel relief after you flare up your anger to others, but remember that when you think you make your day better, you are making a bad day for her/him/them. You make yourself better, but you are hurting people around you. Isn't it the selfish way to making a better self?
Like Jason Mraz said, sometimes we do forget to behave and we regret what we say, because words are too weapons. So, please breath before you react.
Comments
Post a Comment